LABUAN BAJO, komodoindonesiapost.com – Forum Konferensi Studi Nasional [KSN] Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] mendesak Menteri Energi Sumber Daya Mineral [ESDM] untuk mencabut SK Penetapan Pulau Flores Sebagai Pulau Panas Bumi.
Hal itu disampaikan forum KSN PMKRI itu disela-sela kegiatan Konferensi Studi Nasional Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia Sanctus Thomas Aquinas yang berlangsung pada 19-24 November di Denpasar-Bali.
Forum yang dihadiri oleh kader PMKRI se-Indonesia itu, melalui komisi transisi energi membahas khusus terkait dengan surat keputusan menteri ESDM pada tahun 2017 yang menetapkan pulau Flores sebagai pulau panas Bumi.
Dalam momen itu, Engelbertus Karisman Karson yang juga sebagai ketua komisi menyampaikan bahwa penetapan pulau Flores sebagai pulau panas Bumi menjadi karpet merah bagi investor untuk melakukan investasi di 16 titik di pulau Flores yang mencakup wilayah Waisano, Ulumbu, Wae Pesi, Gou-Inelika, Mengeruda, Mataloko, Komandaru, Ndetusoko, Sokoria, Jopu, Lesugolo, Oka Ile Ange, Atedai, Bukapiting, Roma-Ujelewung dan Oyang Barang. Namun mengalami penolakan yang begitu tajam dari masyarakat adat. Karena Pertimbangan ekologi dan mengganggu ruang hidup masyarakat.
“Keputusan Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang Penetapan pulau Flores sebagai pulau panas Bumi merupakan prahara pelik bagi masyarakat yang menjadi korban atas ekploitasi panas bumi yang ada di wilayah mereka”, ungkap Engelbertus yang juga delegasi dari PMKRI Ruteng
Kami mendesak kepada menteri ESDM untuk segera mencabut Surat keputusan menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 tentang penetapan pulau Flores sebagai pulau panas bumi karena berpotensi merusak lingkungan dan mengancam ruang hidup masyarakat “, tutur Engelbertus
Tidak hanya itu, Engelbertus Karisman Karson juga menyoroti UU nomor 3 tahun 2020 pasal 162 menjadi peluang untuk mengkriminalisasi terhadap masyarakat yang melakukan penolakan terhadap rencana pembangunan geothermal yang ada di Indonesia terlebih khusus di Pulau Flores.
“Secara regulasi, pemerintah dengan sengaja mengkriminalisasi terhadap masyarakat yang melakukan penolakan atas rencana pembangunan geothermal yang akan beroperasi di Indonesia secara khusus di Flores misalnya di Wae Sano dan di Pocoleok. Oleh karena itu kami meminta kepada DPR RI untuk segera menghapus pasal 162 dalam UU nomor 3 tahun 2020”, tegas Engelbertus