LABUAN BAJO, komodoindonesiapost.com – ICW [Indonesia Corruption Watch] atau Lembaga Anti Korupsi Indonesia menyoroti pembangunan Geothermal Poco Leok di Satar Mese kabupaten Manggarai, NTT. ICW mengungkapkan masyarakat adat seringkali menjadi korban dari konflik konflik penolakan pembangunan.
Hal itu diungkapkan Tibiko Zabar, peneliti ICW saat menggelar Workshop kampanye Anti Korupsi dan Pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat di Ruteng kabupaten Manggarai, NTT pada Kamis, [30/11/23].
Pembangunan dan perluasan kawasan Geothermal Poco Leok sejak awal menuai penolakan dari masyarakat adat.
Pasalnya, pembangunan dan perluasan Geothermal di kawasan Poco Leok itu dinilai warga dapat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup mereka. Kata warga Poco Leok, perluasan kawasan Georgetermal bisa membuat mata air hilang atau mati.
Tibiko Zabar juga mengatakan bahwa korupsi yang dilakukan oleh kalangan elit, masyarakat adat yang menjadi korban. Dia mencontohkan konflik konflik penolakan yang dilakukan oleh masyarakat adat Poco Leok.
“Kerap kali, di dalam konflik konflik atau penolakan penolakan warga atau masyarakat adat terhadap pertambangan atau juga misalnya geothermal itu ada indikasi tindakan koruptif di situ,” jelasnya.
Kegiatan yang digelar oleh ICW bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] Nusa Bunga dinilai penting karena kegiatan itu adalah kampanye anti korupsi dan jurnalisme warga. “Diketahui bahwa korupsi adalah kejahatan luar biasa yang masyarakat tidak sadar bahwa mereka sendiri menjadi korban,” kata Tibiko.
Tibiko pun menyoroti korupsi di sumber daya alam dan lingkungan dimana korbannya adalah kaum masyarakat adat.
Karena itu kata Tibiko, ICW dan AMAN bersepakat bahwa penting upaya dan kampanye anti korupsi itu dilakukan bersama dan melibatkan masyarakat adat.
“Sehingga pelatihan ini menjadi modal awal untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat adat dan bagi ICW tentu, tentang bagaimana problem problem korupsi itu terjadi dan bagaimana upaya untuk melawan tindakan korupsi itu,” jelas Tibiko.
Kedepanya, ICW akan melakukan kampanye kolaborasi bersama untuk menyampaikan kepada publik bahwa korupsi itu tidak hanya di kalangan elit, tetapi juga masyarakat adat bisa menjadi korban.
“Kerap kali, di dalam konflik atau penolakan penolakan warga atau masyarakat adat terhadap pertambangan atau juga misalnya geothermal itu ada indikasi tindakan koruptif di situ,” bebernya.
Sementara itu, Divisi Riset dan Advokasi Sunspirit for Justice and Peace Labuan Bajo, Ano Susabun menjelaskan soal perluasan Geothermal Ulumbu Unit 5-6 di Poco Leok ada upaya paksa perampasan ruang hidup warga.
“Kami mau katakan bahwa hingga kini pemerintah dan perusahaan [PT PLN] sudah dan sedang melakukan upaya paksa utk merampas ruang hidup warga, tanpa pedulikan suara penolakan warga yg terus disuarakan sejak awal,” kata Ano saat dihubungi Komodo Indonesia Post.Com, Selasa. [5/12/2023] pagi.
Upaya paksa itu kata Ano tampak dalam Proses – proses yang tidak demokratis, tidak melibatkan warga sejak tahap awal survei. “Lebih dari itu, regulasi yang mengatur proyek itu, mulai dari SK Menteri ESDM nomor 2268 K/30/MEM/2017 menetapkan Flores sebagai Pulau geothermal, tanpa konsultasi publik, termasuk publik di Wilayah – wilayah yang terancam kena dampaknya,” jelas Ano.
“Proyek geothermal di Flores memang sedang gencar dilakukan pemerintah, yang atas nama energi rendah karbon, mau jadikan warga korban, mulai dari korban kekerasan aparat hingga korban dari daya rusak energi panas bumi. Pertanyaannya, untuk apa atau untuk siapa panas bumi itu dibangun di mana mana di pulau ini?,” sambung Ano.