Petani Mengeluh Bendungan Tidak Dibangun

- Editor

Minggu, 17 Desember 2023 - 22:03 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kondisi lahan sawah yang gagal tanam milik para petani di kampung Maras, Desa Belang Turi, Manggarai, karena musim Kemerau yang berkepanjangan

Kondisi lahan sawah yang gagal tanam milik para petani di kampung Maras, Desa Belang Turi, Manggarai, karena musim Kemerau yang berkepanjangan

RUTENG, Komodoindonesiapost.com – Thomas Gagi, (71) adalah salah satu dari ratusan petani di kampung Maras, Desa Belang Turi, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores – NTT, pada Sabtu (16/12/23) sore, merasa senang ketika mendengar dentuman bunyi guntur menggelegar dari balik awan yang gelap. Thomas buru buru mengambil skop dan parang miliknya yang masih tersimpan rapi di sudut dapurnya yang sudah reot. Ia mulai melangkahkan kakinya menuju sawah yang jaraknya 500 meter dari rumah nya. Sawah yang enam bulan lalu ia lepaskan karena kemarau yang panjang.

Meski sudah tua, Thomas harus tegar bekerja demi menafkahi keluarganya.

Sawah milik Thomas yang luasnya hanya 1/6 Ha tidak mencukupi kebutuhan keluarga kecilnya. Sawah itu ia kerjakan satu kali dalam setahun. Menunggu musim hujan. Karena itu, ia mesti mencari jalan lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

Thomas adalah salah satu petani yang terus meratapi nasibnya karena harus bergantung pada hujan. Kalau tidak turun hujan, sawah tidak bisa dibajak.

Kata dia, akhir akhir ini sangat jarang turun hujan. Kalaupun hujan, intensitasnya sangat rendah.

Saat panen pada bulan Mei lalu, Thomas hanya mendapatkan 5 karung gabah (sekitar 500 Kg). Hal itu karena penyakit (Hama Wereng) yang melanda bahkan hampir semua padi milik petani di kampung itu. Ditambah perubahan iklim.

“Untuk bisa menanam padi, kami harus menunggu hujan datang, namun hujan juga tidak kunjung datang,” keluh Thomas.

Bendungan Utama Rusak, Tidak Dibangun Kembali

Bendungan Wae Rajong adalah bendungan utama yang mengairi sawah seluas 300 an hektare milik 600 an petani di kampung Maras itu.

Bendungan ini terakhir kali dibangun pada tahun 2007 lalu menggunakan dana APBD. Namun, tidak berselang lama, bendungan ini rusak, hingga hari ini tidak dibangun.

600 an petani di sana harus menunggu hujan untuk mengairi sawah sawah mereka. Ada warga yang berani mengambil resiko, mengerjakan sawahnya dimusim kemarau, mengandalkan mesin sedot, mereka (petani) harus mengeluarkan biaya yang cukup banyak. Bahkan beberapa petani mengalami kerugian. Kata mereka, ini adalah takdir mereka.

Jumlah petani di kampung Maras mencapai 600 orang yang tergabung dalam 7 kelompok tani.

Debit Air Semakin Berkurang

Setiap tahunnya, debit air Wae Rajong semakin berkurang, bahkan sangat drastis. Para petani yang merasakan dampaknya begitu cemas.

Sebagian warga masih menggunakan air Wae Rajong untuk mencuci pakaian dan mandi.

Warga mengungkapkan bahwa walaupun musim hujan, air Wae Rajong tidak bertambah. Kalaupun bertambah, hanya saat hujan tiba, setelah itu kembali semula.

Warga mengatakan hal itu karena hutan sudah sudah gundul akibat penebangan liar.

Maraknya Penebangan Liar

Tepat di sebelah barat Kampung Maras itu adalah kawasan hutan yang sebelumnya adalah kebun warga. Pada tahun 2003, Pemerintah kabupaten Manggarai menetapkan wilayah yang luasnya hampir 300 an haktare itu menjadi kawasan hutan.

Namun, penetapan kawasan itu sebagai kawasan hutan tidak sejalan dengan program dan pengawasan.

Menurut warga, penebangan liar marak terjadi. Bahkan mata air Wae Rajong yaitu Ulu Hondem yang menurut warga kampung Maras dulunya tidak bisa dilalui oleh orang, sekarang sudah banyak warga dari kampung Mbohang yang masuk. Mereka [Warga kampung Mbohang] masuk ke wilayah hutan, mengambil alih wilayah hutan menjadi kebun jahe.

Berita Terkait

Pernyataan AJI Terkait Pemotongan Anggaran Operasional Lembaga Penyiaran Publik
Ternyata di Dunia Ini Masih Ada Orang Jujur
Pernyataan Sikap JPIC OFM Indonesia; Hentikan Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Poco Leok dan Copot Kapolres Manggarai
Menagih Janji Bupati Nabit
Forum Jurnalis NTT untuk Reformasi Mendesak DPR RI Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran
Kondisi Jalan di Manggarai NTT Bak Sungai, Warga Curhat ke Facebook
Nany Afrida dan Bayu Wardhana Terpilih Sebagai Ketum dan Sekjen AJI 2024-2027
Paroki St. Fransiskus Assisi Tentang Gelar Perayaan Hari Bumi dengan Kegiatan Konservasi, Talkshow dan Ekaristi Ekologis

Berita Terkait

Rabu, 12 Februari 2025 - 10:48 WITA

Pernyataan AJI Terkait Pemotongan Anggaran Operasional Lembaga Penyiaran Publik

Minggu, 24 November 2024 - 22:10 WITA

Ternyata di Dunia Ini Masih Ada Orang Jujur

Rabu, 2 Oktober 2024 - 20:50 WITA

Pernyataan Sikap JPIC OFM Indonesia; Hentikan Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Poco Leok dan Copot Kapolres Manggarai

Minggu, 14 Juli 2024 - 10:03 WITA

Menagih Janji Bupati Nabit

Jumat, 7 Juni 2024 - 16:52 WITA

Forum Jurnalis NTT untuk Reformasi Mendesak DPR RI Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran

Sabtu, 11 Mei 2024 - 09:35 WITA

Kondisi Jalan di Manggarai NTT Bak Sungai, Warga Curhat ke Facebook

Selasa, 7 Mei 2024 - 18:55 WITA

Nany Afrida dan Bayu Wardhana Terpilih Sebagai Ketum dan Sekjen AJI 2024-2027

Selasa, 23 April 2024 - 19:04 WITA

Paroki St. Fransiskus Assisi Tentang Gelar Perayaan Hari Bumi dengan Kegiatan Konservasi, Talkshow dan Ekaristi Ekologis

Berita Terbaru

ilustrasi. sumber foto;net

Investigasi

Cinta Terlarangku Dengan Perempuan PUB Cantik di Labuan Bajo

Sabtu, 22 Mar 2025 - 16:46 WITA

ilustrasi foto Klab Malam, foto; ist

klab malam

Klab Malam Menjamur di Labuan Bajo, Berijin Hanya 1

Senin, 17 Mar 2025 - 19:09 WITA