LABUAN BAJO, Komodoindonesiapost.com. – Pata Vinsensius, Ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTT partai PDIP melakukan kunjungan kepada sejumlah pekerja irigasi Wae Kanta dan Wae Cewo di Lembor, kabupaten Manggarai Barat NTT pada Jumat, [12/1/24].
Sebelumnya, para pekerja itu menyegel sejumlah alat berat milik PT. Ananta Perkasa di lokasi quary yang terletak di Daleng Sampa, kecamatan Lembor pada Selasa, [9/1/2024]. Aksi itu dilakukan buntut dari upah pekerja yang tidak dibayar oleh PT. milik Alfian Siboe itu.
Kunjungan ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTT ini bertujuan untuk mendengar secara langsung keluhan masyarakat terkait upah yang belum terbayarkan.
Selain itu Pata juga mengecek kondisi pekerjaan yang belum dilanjutkan setelah habis masa kontraknya pada 29/12/2023 lalu.
Saat diwawancara oleh media komodoindonesiapost.com, Pata mengatakan dirinya yang membidangi irigasi, jalan raya dan listrik datang di tempat ini setelah membaca pemberitaan media komodoindonesiapost.com terkait persoalan yang terjadi dalam pengerjaan irigasi wae Kanta dan wae cewo oleh PT Ananta Raya Perkasa.
“Walaupun bukan merupakan wewenang kami karena dana ini bersumber dari Balai Pengairan, namun karena locus pengerjaannya di wilayah dapil IV yang merupakan wilayah saya terpilih sebagai anggota DPRD maka saya datang karena demi rakyat saya. Saya tidak menginginkan rakyat saya jadi korban karena upah mereka belum terbayar, juga para petani dikorbankan akibat pengerjaan proyek belum diselesaikan”, terang Vinsensius kepada Komodoindonesiapost.com. Jumat, [12/1/24].
Terkait upah pekerja yang belum dibayar oleh PT. Ananta Perkasa itu, pihaknya menyatakan pekerja lapor ke polisi apabila tidak ada kejelasan dari perusahaan milik Alfian Siboe itu.
“Perbuatan ini sudah masuk rana penipuan akibat ulah kontraktor yang tidak menghiraukan itikad baik para pekerja yang sudah menghubungi mereka berkali-kali namun tidak berikan informasi yang pasti kapan upah mereka di bayarkan. Oleh karena itu saya mengingatkan kepada para pekerja, terkait penyegelan kuary, itu bukan penyitaan atau tindakan apalah yang serupa itu tetapi menjadi alat komunikasi yang dapat dijadikan sebagai jaminan agar kontraktor segera datang bayar upah dan bisa bertemu langsung dengan pihak pekerja. Dan untuk soal ini kami akan bahas di sidang Fraksi” tegas Pata.
“Saya juga melihat foto yang dikirim oleh media komodoindonesiapost.com, serta mendengar langsung dari masyarakat pada pekerja bahwa irigasi wae Kanta belum selesai pengerjaannya lantas saya bertanya kapan selesainya padahal tanggal kontraknya sudah berakhir. Sementara material proyek berupa papan mal, besi terpasang di dinding saluran serta lantai belum dibuat kapan ini dilanjutkan. Pekerjaan ini sangat merugikan para petani, bagaimana mereka bisa mengerjakan sawahnya yang sudah dirugikan selama dua musim tidak dikerjakan. Berharap rehabilitasi irigasi ini bisa membantu mereka ternyata malah merugikan, apa lagi dengan kondisi harga beras sekarang yang mahal Saya selaku DPRD Propinsi komisi IV yang membidangi urusan irigasi, jalan raya dan listrik menyaksikan kondisi yang memperihatinkan ini meminta pemerintah pusat segera audit PT Ananta Raya Perkasa dan Memproses Kontraktor yang tidak bertanggungjawab terhadap pekerjaannya,” jelas Pata.
Menanggapi kunjungan Komisi IV DPRD Provinsi itu, Agustinus Jego, salah seorang Pekerja mengatakan yang dibutuhkan oleh para pekerja adalah upah mereka dibayarkan.
“Kami tidak butuh ini alat berat. Kami hanya butuh upah kami segera dibayar,” pinta Agustinus.
Kris, operator eksa milik Lisa Siboe mengatakan bahwa segala hal yang berkaitan dengan eksa diserahkan kepadanya.
“Saya [operator] jadi korban dari proyek ini dan bos saya juga, Lisa Ikut jadi korban karena jasa alat berat yang disewa oleh Alfian belum dibayar senilai 204.000.000 total harian saya dan jasa sewa alat dan kendaraan dumtruck. Apa lagi saat ini bos saya [Lisa] lagi dituntut leasing jadi saya harap supaya uang ini segera dibayar. Saya hanya pandang masalah ini dari sisi hubungan kerja saja,” ungkap Kris meniru pernyataan Lisa Siboe
Mengakhiri kunjungan itu, Vinsensius meminta semua para pekerja yang sempat hadir saat itu untuk list semua upah yang belum terbayarkan oleh PT Ananta Raya Perkasa.
Setelah dilist maka ditemukan laporan sementara dari para pekerja yang sempat hadir dalam pertemuan itu berjumlah Rp.903.325.000 termasuk yang dilaporkan sebelumnya senilai 227.000.000 dan masih ada lagi yang belum di laporkan.
Dari data upah yang dihimpun oleh media komodoindonesiapost.com untuk kondisi 12/1/2024 dari total 23 Suplayer yang dilaporkan oleh para pekerja baru 9 orang yang laporkan upahnya yang belum dibayar, dengan rincian sebagai berikut Venan Rp.62.000.000, Frans Man Rp. 22.700
000, Kasmir Kasi Rp. 6.
500.000, Gabriel Gamal Rp. 12.900
000, Karolus Rp. 32. 775.000, Kris Rp. 204.000.
000 [akumulasi harian operator dan jasa Sewa Eksa], Kasmir Rp. 227.000.000, Rudi Rp. 324.250.000.
Siboe Mencoba Mediasi Melalui PKN
Pada kamis, [11/1/24], Komodoindonesiapost.com mendapatkan informasi bahwa keluarga Siboe turun ke lokasi untuk mediasi dengan para pekerja yang menyegel sejulah alat berat milik PT. Ananta Perkasa.
Namun, saat dikonfirmasi kepada para pekerja, yang melakukan mediasi adalah anggota Pemantau Keuangan Negara [PKN] Manggarai Barat.
PKN Manggarai Barat adalah salah satu LSM di Manggarai Barat yang selama ini masif melakukan pengawasan terhadap penggunaan keuangan negara.
Meski diskusi yang alot, para pekerja bersih keras untuk tidak menyerahkan sejumlah alat berat yang disegel.
Hingga saat ini, upah para pekerja belum juga diberikan oleh PT. Ananta, sejumlah alat berat masih tersegel di halaman rumah salah satu pekerja.