Jakarta, Komodoindonesiapost.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan [KontraS] menggelar diskusi bertajuk Bicara HAM: Membicarakan Papua, Kekerasan Negara dan Brutalitas yang tidak Pernah Usai. Rabu, [27/3] malam.
Diskusi yang digelar via daring [X Space] itu diikuti oleh Aktivis HAM, Veronica Koman, SPKPC Fransiskan Papua, Yuli Langowuyo, Biro PGI Papua, Pdt. Ronal Richard Tapilatu.
Diskusi itu dipandu oleh anggota KontraS, Dimas Bagus Arya.
Aktivis HAM, Veronica Koman dalam pembicaraannya mengatakan bahwa pemerintah mengirim tentara ke Papua sama seperti menyiram bensin ke api.
“Semakin negara mengirim pasukan, semakin banyak OPM bertumbuh,” kata Vero.
Vero juga mengungkapkan bahwa media, organisasi internasional dan nasional dibatasi [dilarang] masuk Papua.
Vero juga menyoroti kekerasan yang dilakukan oleh aparat beberapa waktu lalu.
Vero mengaku kaget melihat video penyiksaan yang beredar luas tersebut.
Dia juga menuturkan bahwa, Pangdam Cendrawasih, Mayor Jendral TNI Izak Pangamenan, awalnya mengelak.
“Mereka biasanya kan begitu, mereka belum melakukan investigasi tapi ngakunya video itu editan lah. Tapi kan akhirnya mengaku juga,” kata Vero.
Sementara itu, SPKPC Fransiskan Papua,
Yuli Langowuyo mengatakan bahwa masyarakat Papua perlu bersatu untuk bersama sama menyikapi maraknya aksi kekerasan terhadap orang asli papua.
Dia juga menuturkan bahwa akhir akhir ini, ada sebuah normalisasi bahwa kekerasan terhadap orang Papua menjadi hal yang wajar.
Ketua Biro Persekutuan Gereja Indonesia Papua, Pdt. Ronal Richard Tapilatu menjelaskan Pendekatan militerisme dinilai hanya menghabiskan populasi orang asli papua.
Foto: Reportase Jakarta
Menurut monitoring yang dilakukan PBHI, pada tahun 2022 tercatat setidaknya 32 peristiwa [kekerasan], yang kemudian meningkat di tahun 2023 menjadi 44 peristiwa pelanggaran HAM dengan total jumlah korban sebanyak 527 orang.
Data peristiwa yang dikumpulkan PBHI didapat langsung dari korban, pegiat kemanusiaan di Papua, pendamping korban, data proses hukum yang diakui oleh APH, serta konfirmasi berdasarkan pemberitaan media massa yang dinaungi dewan pers.
Selama ini, kata [Pdt] Ronal pihaknya selalu menjadi tempat perlindungan bagi keluarga korban.
Dirinya mengungkapkan bahwa hal itu telah didorong dalam sidang sinode di tingkat Keuskupan di Papua.
Pendeta Ronal mengajak semua pihak untuk saling membahu untuk menyuarakan persoalan di Papua.
“Ini sikap brutalitas yang paling keji,” kata Pendeta Ronal.
Vero mengakhiri pembicaraannya meminta pemerintah untuk menarik semua militer [non organik] di Papua.
“Bagi Orang papua, keadilan itu baru bisa dirasakan apabila indonesia dan papua bisa duduk sejajar. Mengapa dengan aceh bisa, apa karena sama sama ras melayu atau karena warna kulitnya sama. Kalau hal itu bisa dilakukan, baru papua merasakan keadilan,” pungkas Vero.
Penulis : Ven Darung