
LABUAN BAJO, Komodo Indonesia Post – Kontroversi jabatan fungsionaris adat yang dijabat oleh Haji Ramang Ishaka dan keponakannya Muhamad Syair menjadi semakin menyeruak kepublik. Masyarakat ulayat seolah olah mulai melawan atas kekuasaan semena mena Ramang Ishaka dan Syair yang selama ini dianggap punya hak mutlak atas tanah tanah di Labuan Bajo yang mesti tanah itu sudah ditata oleh penata tanah terdahulu.
Penolakan Haji Ramang dan Muhamad Syair oleh masyarakat adat buntut dari sejumlah kasus tanah yang selalu diintervensi oleh Ramang dan Syair yang terus mengklaim tanah tanah di Labuan Bajo.
Ahli Waris (alm) Dance Turuk harus turun gunung untuk melawan arogansi kekuasaan Ramang dan Syair yang selalu (diduga) merampas tanah tanah masyarak kecil (masyarakat ulayat) yang kemudian dijual kepada investor.
Almarhum Dance Turuk salah satu penata tanah di Labuan Bajo dulu pernah diberikan surat penyerahan (bukan surat kuasa) untuk membagi beberapa bidang tanah di beberapa titik di wilayah Desa Labuan Bajo yang sekarang menjadi Kelurahan Labuan Bajo.
Edu Gunung selaku Ahli Waris Dance Turuk memerinci bahwa sesungguhnya tanah tanah di wilayah Kelurahan Labuan Bajo sudah ditata oleh penata tanah terdahulu.
Kepada Komodoindonesiapost.com pada Sabtu, 15 Juni 2024 saat ditemui di rumahnya di Labuan Bajo, Edu Gunung menjelaskan bahwa almarhum Dance Turuk ayahnya, almarhum Haji Adam Djudje, dan Hamsa Kasnu adalah salah satu tim penata tanah di masing masing titik di Kelurahan Labuan Bajo. Tim penata tanah ini melakukan penata tanah setelah mendapat surat penyerahan dari Haji Ishaka dan Haku Mustafa.
Edu menjelaskan bahwa sesungguhnya tanah tanah di Kelurahan Labuan Bajo itu sudah ditatah oleh penata tanah terdahulu. Karena itu, Haji Ramang Ishaka tidak berhak lagi menata tana tanah yang sudah ditatah.
Apakah Haji Ramang dan Muhamad Syair memiliki hak mutlak sebagai fungsonaris adat ulayat Nggorang?
Edu Gunung pun mempersoalkan jabatan Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang. Pasalnya tidak ada dokumen ataupun keputusan yang menegaskan pengangkatan Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang.
“Apa dasarnya Haji Ramang ini bertindak sebagai fungsionaris adat Nggorang. Karena sebelumnya setelah Bapaknya Haji Ishaka meninggal dan Bapak Haku Mustafa meninggal dunia kan terjadi kekosongan fungsionaris adat,” ujarnya.
Menurut Edu Gunung, pun Haji Ramang dan Muhamad Syair mengklaim diri sebagai fungsionaris adat Nggorang, ruang lingkup kekuasaannya dimulai dari mana dan sampai di mana.
Pasalnya, selama ini Ramang Ishaka dan Muhamad Syair ruang intervensinya hanya fokus di Kelurahan Labuan Bajo. Padahal, dilihat dari segi nama yakni fungsionaris ulayat Nggorang ruang lingkupnya besar.
“Okelah kalaupun Haji Umar dan Haji Ramang mengklaim dirinya sebagai fungsionaris adat Nggorang yang sekarang Ramang dengan Syair mengklaim dirinya sebagai fungsionaris adat Nggorang karena itu tadi faktor keturunan Haji Ramang mengganti posisi Bapaknya Haji Ishaka almarhum, Syair mengganti posisi Bapaknya Haku Mustafa, yang menjadi pertanyaannya lingkup kewenangan dia dari mana sampai di mana? Artinya, dia bertindak sebagai fungsionaris adat itu dimulai dari mana? Sampai di mana,” ujarnya.
“Karena kalau saya amati selama ini, fungsionaris adatnya Haji Umar dan Haji Ramang selama ini kemudian Haji Ramang dan Syair, ini hanya berlaku di wilayah Kelurahan Labuan Bajo dan sedikit di wilayah Gorontalo. Kalau tanah yang di Wae Kesambi, di Lancang, di Sernaru, di Kaper, di Lobo Husu kesana, di Nggorang dan Merombok termasuk bagian dari rumah besar Nggorang tidak ada. Orang tidak minta suratnya ke dia,” ujarnya.
Ramang dan Syair justeru tidak muncul jika ada masalah tanah di Kampung lain selain wilayah Kelurahan Labuan Bajo. Masyarakat ada menilai bahwa jabatan Ramang Ishaka dan Syair sebagai fungsionaris adat justeru berlaku di hanya di satu tempat. Dimana wilaya itu tempat kerumunnya para investor dan lahan basah yang sering terjadi transaksi besar hingga ratusan miliar.
“Bahkan kalau terjadi masalah tanah di daerah situ (diluar Kelurahan Labuan Bajo) mereka (Ramang Ishaka dan Syair) tidak muncul mereka tidak tampil. Tidak ada. Sehingga seolah olah fungsionaris adat dari sebutannya saja fungsionaris adat Nggorang tapi lingkup kerjanya hanya Kelurahan Labuan Bajo dan Gorontalo. Labuan Bajo (Kelurahan Labuan Bajo) memang tidak ada Tu, a Golonya,” ujarnya.
Edu Gunung menjelaskan bahwa berdasarkan informasi (by issue) justeru jabatan fungsionaris Ramang Ishaka hanya berdasarkan surat pengukuhan dari mantan Bupati Manggarai Barat, Fidelia Pranda (alm).
Surat pengukuhan itu oleh Bupati Fidelis Pranda hanya untuk mengukuhkan (penegasan) tanah yang telah diserahkan oleh Haku Mustafa kepada pemerintah Manggarai (sebelum mekar) pada saat itu. Surat itu khusus untuk menata tanah milik pemerintah yang telah diserahkan bukan malah menata tanah diluar tanah pemerintah.
“Kemudian tiba tiba waktu Fidelis Pranda (alm) jadi Bupati kalau saya tidak salah mungkin dibawah tahun 2010 tiba tiba ada yang bilang bahwa fungsionaris ada Nggorang ni Haji Umar dengan Ramang. Haji Umar kakaknya Haji Ramang. Kemudian tanda tanganlah surat surat sebagai fungsionaris adat Nggorang,” ujarnya.
“Kemudian dengar dengarnya ini hanya selentingan katanya dikukuhkan oleh Bupati Fidelis Pranda. Itu by isu juga. Saya juga belum pernah melihat SK nya
Bahkan sampai hari ini saya tidak pernah baca itu. Itu hanya by isu ya. Lagi lagi berdasarkan isu pengukuhan itu dulu semata mata untuk kepentingan tanah Pemda saja, itu isu sekali lagi itu isu,” ujarnya.
Dalam perjalanannya tanpa melalui musyawarah bersama atau tanpa ada keputusan bersama sebagaimana lazimnya dalam menentukan siapa yang melanjutkan jabatan adat, Haji Umar tiba tiba tidak ada dalam struktur adat. Posisi itu diganti oleh Muhamad Syair.
“Kemudian dalam perjalanannya dua atau tiga tahun terakhir ini posisinya sudah berubah. Haji Umar sudah tidak ada didalam struktur, yang ada sekarang hanya Haji Ramang dengan Syair. Nah pertanyaan saya, dasarnya apa?
Edu Gunung tidak biaa menggugat l surat pengukuhan yang dibuat oleh Bupati Fidelis Pranda karena fisik dokumennya masih dicari.
“Tetapi saya tidak bisa berbuat apa apa karena saya tida pegang dokumen. Karena kalau betul ada dokumen dikukuhkan oleh Bupati pasti saya akan menggugak dokumen itu. Saya mempertanyakan apa dasar hukumnya pemerintah mengukuhkan. Tapi karena saya tidak membaca dokumen saya tidak bisa berbuat apa apa. Kita mau gugat apa? Berdasarkan apa? Itu yang jadi soal,” ujarnya.
Media komodoindonesiapost.com selalu berupaya untuk mengkonfirmasi kepada Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair untuk memenuhi asa keberimbangan. Namun, Haji Ramang Ishaka selalu menolak untuk diwawancara. Pun Syair, komodoindonesiapost.com selalu mengirim pesan WhatsApp untuk wawancara namun pesan yang dikirim hanya centang satu.
Dikutip dari berbagai sumber bahwa konsekuensi dari tindakan fungsionaris adat menjual tanah dapat bervariasi tergantung pada hukum dan norma yang berlaku di wilayah tersebut.
Sementara untuk pelanggaran adat dalam masyarakat hukum adat, menjual tanah tanpa izin atau melanggar aturan adat dapat dianggap sebagai pelanggaran serius.
Fungsionaris adat yang melakukan tindakan ini mungkin akan dihukum oleh komunitas atau dewan adat.
Maka dari itu akan muncul kehilangan kepercayaan. Fungsionaris adat memiliki tanggung jawab untuk menjaga kepentingan masyarakat dan melestarikan adat istiadat. Jika fungsionaris adat menjual tanah secara sembarangan, ini dapat menyebabkan kehilangan kepercayaan dari anggota masyarakat.
Apalagi jika tanah yang dijual memiliki sertifikat hak milik atau status hukum tertentu, tindakan menjual tanah tanpa prosedur yang benar dapat menyebabkan sengketa hukum antara pembeli, penjual, dan pihak berwenang.
Jika terjadi perampasan (penjualan tanah orang lain) oleh fungsionaris adat maka akan menimbulkan ketidakpuasan di antara anggota masyarakat dan ini dapat menyebabkan ketegangan sosial dan konflik di wilayah tersebut.

Penulis : Tim Komodo Indonesia Post