LABUAN BAJO, Komodoindonesiapost.com – Suara merdu kumandang do,a (sholat jam 12 siang) dari Masjid menggelegar di Kota Labuan Bajo. Hari itu hari Kamis, 22 Juni 2024.
Tim komodoindonesiapost.com menyambangi rumah Haji Ramang Ishaka yang disebut sebagian orang sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang. Meski yang lainnya membantah penyematan jabatan itu lantaran adanya indikasi keterlibatan beberapa kasus tanah di Labuan Bajo.
Tim komodoindonesiapost.com tiba di rumah Haji Ramang Ishaka sekitar pukul 12. 10 Wita. Tampak dari kejauhan tepatnya dari depan jalan raya menuju Bandara Komodo, Haji Ramang menghampiri ke arah tim komodoindonesiapost.com yang mendekati gerbang pintu rumahnya.
Rumah Haji Ramang Ishaka terletak di Kelurahan Labuan Bajo tepatnya di dekat tempat cuci mobil jalan menuju Bandara Komodo.
“Siang Pak Haji mohon ijin kami wartawan dari media komodoindonesiapost.com hendak menemui Bapak untuk melakukan wawancara beberapa hal terkait dengan kasus tanah dimana dalam kasus itu juga menyebut nama Bapak,” ujar salah satu tim komodoindonesiapost.com dari luar pintu gerbang.
Pertanyaan salah satu wartawan media ini tidak digubris oleh Haji Ramang Ishaka. Dirinya masih menyibukan diri mengunci gerbang dan tidak membiarkam tim media masuk kedalam rumahnya.
“Ijin Pak Haji tujuan kami ke sini hanya mau memberikan ruang kepada Bapak mungkin ada pernyataan yang mau dibantah atau mungkin kau diluruskan. Soalnya namanya bapak disebut sebut dalam kasus tanah yang tengah viral antara Niko Naput dan Ibrahim Hanta,” ujar media ini.
Haji Ramang terus menunduk dan buang muka sambil terus menyibukan diri menggembok Gerbang.
“Tidak tidak saya tidak ada komentar. Saya tidak mau diwawancara terserah mereka mau bilang apa,” ujarnya dan menjauh dari pintu gerbang yang sudah dikunci.
“Begini pak Haji. Beberapa orang menyebut bahwa Bapak itu bukan fungsionaris adat Nggorang. Kemudian beberapa orang menyebut bahwa Bapak Ishaka dulu bukan anak kandung Dalu Bintang melainkan anak angkat. Apa tanggapan Bapak,” tanya media ini sekali lagi.
“Tidak tidak. Sudah ya,” ujarnya sambil masuk kedalam rumah.

Dalam beberapa pernyataan sejumlah narasumber yang telah disajikan dalam beberapa pemberitaan komodoindonesiapost.com, menyebut bahwa pemicu konflik lahan di Labuan Bajo sesungguhnya akibat ulah dari Haji Ramang Ishaka yang menata tanah yang telah ditata oleh penata terdahulu.
Sebelumnya, Wihelmus Warung salah satu nara sumber komodoindonesiapost.com membeberkan sejumlah pernyataan mengutip keterangannya pada saat sidang sengketa tanah antara Ahli Waris Niko Naput melawan Ahli Waris Ibrahim Hanta yang digelar pada Rabu, 12 Juni 2024 di Pengadilan Negeri Manggarai Barat dengan agenda menghadirkan saksi.
Adapan lokasi tanah yang menjadi objek sengketa yakni tanah di Keranga, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat, Flores-NTT. Luas tanah yang disengketa yakni 11 Hektare.
Dalam keterangannya, saksi Wihelmus Warung menyinggung nama Haji Ramang Ishaka. Ramang Ishaka disebut sebut memangku jabatan sebagai fungsionaris adat Ulayat Nggorang yang meskipun bagi banyak orang masih mempertanyakan jabatan tersebut. Pasalnya, jabatan “Dalu” itu sudah tidak berlaku lagi saat ini.
Penyebutan nama Haji Ramang Ishaka ini oleh Wihelmus saat ia dihadirkan oleh Muhamad Rudi selaku ahli waris Alm. Ibrahim Hanta sebagai pihak penggugat melawan Niko Naput.
Dalam keterangannya, Wihelmus membeberkan sejumlah fakta yang mengejutkan. Bahkan dugaannya membuka tabir kegelapan ihwal adanya konspirasi kejahatan dalam membuat dokumen dan warkah tanah yang sekarang sudah dijual kepada Hotel San Regis.
Di depan Majelis Hakim, Wihelmus bersaksi bahwa sesungguhnya ada surat pembatalan yang telah diterbitkan oleh Haji Ishaka atau ayah dari Haji Ramang Ishaka pada tahun 1998.
Surat pembatalan itu terkait dengan dokumen kepemilikan tanah atas nama tiga orang masing masing Niko Naput seluas 10. Ha, Betrik Seran seluas 5 Ha, dan Nasar Subu seluas 16 Ha.
Wihelmus saat diwawancara Komodoindonesiapost.com pada Jumat, 14 Juni 2024 menjelaskan bahwa saat dirinya memberikan keterangan pada saat persidangan di PN Mangggarai Barat yang digelar pada Rabu, 12 Juni 2024 dirinya mengungkap bahwa awal mulanya memang tana itu sempat dibuatkan dokumen berupa surat kepemilikan oleh Niko Naput, Betrik Seran, dan Nasar Subu. Namun, kemudian dokumen itu dibatalkan oleh Ishaka ayah dari Haji Ramang Ishaka pada tahun 1998.
Pembatalan itu dilakukan setelah diketahui bahwa lokasi itu ternyata telah diserahkan kepada Yayasan Manggarai milik Pemerintah Manggarai pada saat itu untuk mendirikan sekolah.
Saat itu, kata dia, Haji Rama Ishaka masih berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bekerja di Taman Nasional Komodo. Kata Dia, Ramang tidak tahu menahu soal penataan tanah pada saat itu.
“Fakta sidang kemarin di pengadilan negeri labuan bajo saya sebagai saksi dari penggugat . Hakim menanyai saya terkait dengan tau atau tidak soal tanah itu. Jujur, saya sampaikan kepada hakim bahwa tanah itu saya tahu. Karena tanah itu juga saya pernah Kapu Manuk-Lele Tuak pada tahun 2000. Karena saya mau menanam jagung di situ. Makanya saya Kapu Manuk-Lele Tuak kepada Haji Ishaka pada tahun 2000,” katanya.
Wihelmus Warung menjelaskan pada saat dirinya meminta lahan kepada Haji Ishaka, selaku fungsionaris adat, Ishaka tidak bisa memenuhi permintaan Wihelmus. Pasalnya, tanah tersebut posisinya tumpang tindih antara Nazar Subu dengan Ibrahim Hanta.
“Makanya Ishaka bilang, saya sudah batalkan tanah atas nama Nazar Subu yang seluas 16 Hektar dua tahun lalu, yaitu Ishaka membatalkan tanah Nazar Subu itu pada tahun 1998, dua tahun sebelum saya minta tanah ini,” jelasnya.
“Kemudian saya tanya, bagaimana yang lainnya, “begini di tanah Nazar Subu yang 16 hektar itu, 11 hektar lebihnya itu milik Ibrahim Hanta berdasarkan Kapu Manuk-Lele Tuak pada tahun 1973,” lanjut ujarnya.
Selebihnya, katanya, di sebelah selatan itu sudah menjadi milik yayasan Pemda Manggarai.
“Sehingga kalau ade paksa untuk mendapatkan posisi di situ, sesungguhnya 16 hektar milik Nazar Subu sudah tidak ada tanah di situ. Karena yang memiliki sebelum dia ada Ibrahim Hanta sebanyak 11 hektar lebih. Kemudian untuk yayasan Pemda Manggarai ada 4 hektar lebih di sebelah selatannya itu. Sehingga, niat saya untuk mendapatkan tanah itu tidak bisa di situ pada tahun 2000. Tetapi tetap saya maju terus, bagaimana saja caranya pak Haji bagaimana saya mendapatkan tanah itu,” beber Wihelmus.
“Begini dia (Ishaka) bilang, kalau kau paksa disini tidak bisa. Saya buktikan bahwa ini suratnya. Surat ini, surat Nasar Subu ini. 16 hektar lebih ini dan ini surat pembatalan yang saya buat dua tahun 1998” tambahnya.
Wihelmus Warung menegaskan, Haji Ishaka menunjukan surat milik Nasar Subu 16 hektar itu. “Dia [Haji Ishaka] tunjuk surat pembatalan kepemilikan itu,” ujarnya.
Kata Wihelmus, dia telah mengantongi dua surat pembatalan penyerahan tanah tahun 1990 dan 1991 tersebut.
“[Kata Haji Ishaka] Begini sudah kau kenal Haji Djuje. Terus saya bilang kenal baik dengan Haji Djuje.
[Kata Haji Ishaka] Kebetulan Haji Djuje itu adalah ia penata tanah atas dasar kuasa saya,” terang ujarnya.
Kepada Haji Ishaka, Wihelmus mempertanyakan keyakinannya akan Haji Djuje.
“[Haji Ishaka] Jadi begini, saya kasih kopiannya saja surat kuasa saya kepada Djuje untuk menata tanah 16 lengkong termasuk titik tanah Krangang yang sekarang sedang bersengketa itu dia tunjuk. Termasuk tanah yang tumpang tindih ini. Makanya Haji Ishaka pada 2000 itu dia juga serahkan surat kuasa penataan tanah ke Haji Djuje yaitu pada tahun 1996,” jelas Yohanes.
“Sehingga saya pegang dua kopian waktu itu, waktu saya pulang. Satu adalah surat pembatalan terkait tanah Nasar Subu itu yang 1998 itu, kemudian ada juga surat pembatalan atas nama Beatriks Seran, atas nama Niko Naput. Niko Naput, disitu dia bilang ada 10 hektar dibatalkan, Betariks Seran ada 5 hektar dibatalkan, Nasar Subu 16 hektar dibatalkan,” lanjutnya.
Dia menambahkan, setelah bertemu Haji Ishaka, ia kemudian bertemu Haji Djuje untuk minta tanah.
“Saya kemudian ketemu bapak Haji Djuje. Bapak Saya minta tanah, saya amanat dari pak Haji Ishaka. Kapu Manuk Lele Tuak saya sudah dia terima, tetapi saya minta tanah itu di Keranga. Tapi dia bilang tanah itu sudah ada yang punya,” bebernya.
“Akhirnya permintaan saya di depan Haji Djuje itu dikabulkan. Dan Haji Djuje disposisikan saya tanah pada tahun itu di Goso Ngia. Sehingga saya dapatkan tanah-tanah itu di Goso Ngia, termasuk teman-teman saya banyak dapat tanah disitu, ada Pak Ferry Adu, ada pak Jhon Pasir, pokoknya banyak. Sehingga bentuk respons balik dari Adat Nggorang, bentuk peduli atas dasar permintaan saya saat itu,” terangnya.
Wihelmus menambahkan bahwa pada tahun 2000 Haji Ramang itu masih PNS aktif di Taman Nasional Komodo. “Sehingga kuasa membagi tanah itu tidak mungkin jatuh ke anak kandungnya ke Haji Ishaka. Dan tanah-tanah itu sudah dikuasakan semua,” jelasnya.
“Saya pernah terlibat diskusi, contohnya pada waktu itu yang libatkan itu anggotanya Djuje, ada namanya Kanis Hanu, ada namanya Ismail Ele, ada namanya Usman Umar. Usman Umar itu satu-satunya yang masih hidup. Tapi Ramangkan tidak bisa, diakan masih PNS,” ujarnya.
Kata Wihelmus, Haji Ramang tidak turun ke lapangan. “Dia itu (haji Ramang) tidak turun lapangan. Yang tata tanah itu orang yang sudah dia Kuasakan. Termasuk Haji Djuje itu 16 titik, 16 Lingko,” lanjutnya.
“Menurut saya, sebaiknya Haji Ramang itu jangan menjadi dasar pemicu konflik tanah. Itu saran saya sebagai warga di Kota Labuan Bajo. Karena tanah itu sudah ditata semua. Dan ada semua penatanya. Ramang itu tidak pernah menata. Dan sudah ada pemiliknya semua. Tidak berhak lagi, apalagi mengeluarkan surat pengukuhan kepada orang. Kemudian ada juga saya pernah nonton pada tahun 2013 lalu, untuk tidak ada kepentingan konflik tanah di Labuan Bajo ini sebaiknya, turunan-turunan adat di Labuan Bajo ini bersatu untuk ditanya, kemudian harus keluar statement dalam bentuk berita acara resmi. Termasuk haji Ramang waktu itu. Saya nonton sendiri waktu itu. Ada haji Ramang, kemudian ada Haji Umar, ada semua anak-anaknya. Kemudian ada juga saksi-saksi, ada pak Anton Said, ada Anton Antam, ada Frans Ndejeng, ada Pak Feri Adu, Theo Urus dari Lancang, Tua-tua Golo-tua Golo semua, ada Niko Nali,” beber Wihelmus.
Kata Wihelmus, Haji Ramang tidak punya hak lagi untuk menata kembali tanah tanah yang sudah ditata.
“Termasuk saya. Saya saya tidak berhak tanda tangan karena saya bukan tua golo. Waktu itu sudah sepakat, bahwa dia [Ramang] tidak boleh menata kembali tanah-tanah yang sudah ditata. Karena tidak ada lagi tanah yang belum ditata. Sudah habis ditata semua. Ramang, disarankan semua fungsionaris adat dikuatkan kembali apa yang pernah ditata kewenangan dari Bapaknya sendiri. Dan orang-orang yang dipercaya itu tidak boleh diganggu gugat lagi,” jelas Wihelmus
Kata dia, Haji Ramang dianggap melanggar adat dan tidak mengerti dengan adat.
Secara terpisah Haji Ramang Ishaka menolak untuk diwawancarai terkait sengketa tanah antara Niko Naput melawan Ibrahim Hanta. “Saya tidak mau diwawanca ya,” ujarnya saat dhubungi melalui panggilan WhatsApp pada Jumat, 14 Juni 2024.
Perlawanan Publik Atas Arogansi Ramang dan Syair dengan Menggugat Jabatan Fungsionaris Adat
Penolakan Haji Ramang dan Muhamad Syair oleh masyarakat adat buntut dari sejumlah kasus tanah yang selalu diintervensi oleh Ramang dan Syair yang terus mengklaim tanah tanah di Labuan Bajo.
Ahli Waris (alm) Dance Turuk harus turun gunung untuk melawan arogansi kekuasaan Ramang dan Syair yang selalu (diduga) merampas tanah tanah masyarak kecil (masyarakat ulayat) yang kemudian dijual kepada investor.
Almarhum Dance Turuk salah satu penata tanah di Labuan Bajo dulu pernah diberikan surat penyerahan (bukan surat kuasa) untuk membagi beberapa bidang tanah di beberapa titik di wilayah Desa Labuan Bajo yang sekarang menjadi Kelurahan Labuan Bajo.
Edu Gunung selaku Ahli Waris Dance Turuk memerinci bahwa sesungguhnya tanah tanah di wilayah Kelurahan Labuan Bajo sudah ditata oleh penata tanah terdahulu.
Kepada Komodoindonesiapost.com pada Sabtu, 15 Juni 2024 saat ditemui di rumahnya di Labuan Bajo, Edu Gunung menjelaskan bahwa almarhum Dance Turuk ayahnya, almarhum Haji Adam Djudje, dan Hamsa Kasnu adalah salah satu tim penata tanah di masing masing titik di Kelurahan Labuan Bajo. Tim penata tanah ini melakukan penata tanah setelah mendapat surat penyerahan dari Haji Ishaka dan Haku Mustafa.
Edu menjelaskan bahwa sesungguhnya tanah tanah di Kelurahan Labuan Bajo itu sudah ditatah oleh penata tanah terdahulu. Karena itu, Haji Ramang Ishaka tidak berhak lagi menata tana tanah yang sudah ditatah.
Apakah Haji Ramang dan Muhamad Syair memiliki hak mutlak sebagai fungsonaris adat ulayat Nggorang?
Edu Gunung pun mempersoalkan jabatan Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang. Pasalnya tidak ada dokumen ataupun keputusan yang menegaskan pengangkatan Ramang Ishaka dan Muhamad Syair sebagai fungsionaris adat ulayat Nggorang.
“Apa dasarnya Haji Ramang ini bertindak sebagai fungsionaris adat Nggorang. Karena sebelumnya setelah Bapaknya Haji Ishaka meninggal dan Bapak Haku Mustafa meninggal dunia kan terjadi kekosongan fungsionaris adat,” ujarnya.
Menurut Edu Gunung, pun Haji Ramang dan Muhamad Syair mengklaim diri sebagai fungsionaris adat Nggorang, ruang lingkup kekuasaannya dimulai dari mana dan sampai di mana.
Pasalnya, selama ini Ramang Ishaka dan Muhamad Syair ruang intervensinya hanya fokus di Kelurahan Labuan Bajo. Padahal, dilihat dari segi nama yakni fungsionaris ulayat Nggorang ruang lingkupnya besar.
“Okelah kalaupun Haji Umar dan Haji Ramang mengklaim dirinya sebagai fungsionaris adat Nggorang yang sekarang Ramang dengan Syair mengklaim dirinya sebagai fungsionaris adat Nggorang karena itu tadi faktor keturunan Haji Ramang mengganti posisi Bapaknya Haji Ishaka almarhum, Syair mengganti posisi Bapaknya Haku Mustafa, yang menjadi pertanyaannya lingkup kewenangan dia dari mana sampai di mana? Artinya, dia bertindak sebagai fungsionaris adat itu dimulai dari mana? Sampai di mana,” ujarnya.
“Karena kalau saya amati selama ini, fungsionaris adatnya Haji Umar dan Haji Ramang selama ini kemudian Haji Ramang dan Syair, ini hanya berlaku di wilayah Kelurahan Labuan Bajo dan sedikit di wilayah Gorontalo. Kalau tanah yang di Wae Kesambi, di Lancang, di Sernaru, di Kaper, di Lobo Husu kesana, di Nggorang dan Merombok termasuk bagian dari rumah besar Nggorang tidak ada. Orang tidak minta suratnya ke dia,” ujarnya.
Ramang dan Syair justeru tidak muncul jika ada masalah tanah di Kampung lain selain wilayah Kelurahan Labuan Bajo. Masyarakat ada menilai bahwa jabatan Ramang Ishaka dan Syair sebagai fungsionaris adat justeru berlaku di hanya di satu tempat. Dimana wilaya itu tempat kerumunnya para investor dan lahan basah yang sering terjadi transaksi besar hingga ratusan miliar.
“Bahkan kalau terjadi masalah tanah di daerah situ (diluar Kelurahan Labuan Bajo) mereka (Ramang Ishaka dan Syair) tidak muncul mereka tidak tampil. Tidak ada. Sehingga seolah olah fungsionaris adat dari sebutannya saja fungsionaris adat Nggorang tapi lingkup kerjanya hanya Kelurahan Labuan Bajo dan Gorontalo. Labuan Bajo (Kelurahan Labuan Bajo) memang tidak ada Tu, a Golonya,” ujarnya.
Edu Gunung menjelaskan bahwa berdasarkan informasi (by issue) justeru jabatan fungsionaris Ramang Ishaka hanya berdasarkan surat pengukuhan dari mantan Bupati Manggarai Barat, Fidelia Pranda (alm).
Surat pengukuhan itu oleh Bupati Fidelis Pranda hanya untuk mengukuhkan (penegasan) tanah yang telah diserahkan oleh Haku Mustafa kepada pemerintah Manggarai (sebelum mekar) pada saat itu. Surat itu khusus untuk menata tanah milik pemerintah yang telah diserahkan bukan malah menata tanah diluar tanah pemerintah.
“Kemudian tiba tiba waktu Fidelis Pranda (alm) jadi Bupati kalau saya tidak salah mungkin dibawah tahun 2010 tiba tiba ada yang bilang bahwa fungsionaris ada Nggorang ni Haji Umar dengan Ramang. Haji Umar kakaknya Haji Ramang. Kemudian tanda tanganlah surat surat sebagai fungsionaris adat Nggorang,” ujarnya.
“Kemudian dengar dengarnya ini hanya selentingan katanya dikukuhkan oleh Bupati Fidelis Pranda. Itu by isu juga. Saya juga belum pernah melihat SK nya
Bahkan sampai hari ini saya tidak pernah baca itu. Itu hanya by isu ya. Lagi lagi berdasarkan isu pengukuhan itu dulu semata mata untuk kepentingan tanah Pemda saja, itu isu sekali lagi itu isu,” ujarnya.
Dalam perjalanannya tanpa melalui musyawarah bersama atau tanpa ada keputusan bersama sebagaimana lazimnya dalam menentukan siapa yang melanjutkan jabatan adat, Haji Umar tiba tiba tidak ada dalam struktur adat. Posisi itu diganti oleh Muhamad Syair.
“Kemudian dalam perjalanannya dua atau tiga tahun terakhir ini posisinya sudah berubah. Haji Umar sudah tidak ada didalam struktur, yang ada sekarang hanya Haji Ramang dengan Syair. Nah pertanyaan saya, dasarnya apa?
Edu Gunung tidak biaa menggugat l surat pengukuhan yang dibuat oleh Bupati Fidelis Pranda karena fisik dokumennya masih dicari.
“Tetapi saya tidak bisa berbuat apa apa karena saya tida pegang dokumen. Karena kalau betul ada dokumen dikukuhkan oleh Bupati pasti saya akan menggugak dokumen itu. Saya mempertanyakan apa dasar hukumnya pemerintah mengukuhkan. Tapi karena saya tidak membaca dokumen saya tidak bisa berbuat apa apa. Kita mau gugat apa? Berdasarkan apa? Itu yang jadi soal,” ujarnya.
Media komodoindonesiapost.com selalu berupaya untuk mengkonfirmasi kepada Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair untuk memenuhi asa keberimbangan. Namun, Haji Ramang Ishaka selalu menolak untuk diwawancara. Pun Syair, komodoindonesiapost.com selalu mengirim pesan WhatsApp untuk wawancara namun pesan yang dikirim hanya centang satu.
Penulis : Tim Komodo Indonesia Post