LABUAN BAJO, Komodo Indonesia Post – Warga Transmigrasi Lokal [Translok], desa Macang Tanggar, kecamatan Komodo kabupaten Manggarai Barat menolak tanda tangan Berita Acara Pengembalian Sertifikat Lahan Usaha Dua kepada Badan Pertanahan Nasiona [BPN] kabupaten Manggarai Barat NTT.
Penolakan warga Translok tersebut disinyalir dugaan penipuan yang dilakukan oleh Dinas Transmigrasi kabupaten Manggarai Barat.
Kata warga Translok, kepala Dinas Nakertrans, Theresia P. Asmon atau Ney Asmon merayu Warga Translok untuk menolak HPL.
Awalnya, kata Warga Translok, Kadis Ney Asmon menjelaskan terkait masalah 65 sertifikat lahan usaha satu yang belum diserahkan dan 135 sertifikat yang tidak sesuai fakta [lokasi] di lapangan.
Bernadus Sandur, salah satu warga Translok yang diwawancara media ini menuturkan, awalnya mereka mau menandatangan berita acara.
Namun, kata Bernadus, setelah Kadis Ney menjelaskan terkait sertifikat lahan usaha dua yang jumlahnya 200 buah sesuai jumlah kepala keluarga warga translok, bahwa sertifikat tersebut akan dikembalikan ke BPN.
“Kami menolak untuk tanda tangan. Kami langsung meninggalkan lokasi kegiatan,” pungkas Bernadus.
Kata dia, banyak warga yang meninggalkan lokasi kegiatan usai Kadis Ney menjelaskan soal sertifikat lahan usaha dua.
Menurut mereka, sejak menempati lokasi transmigrasi, mereka terus menuntut lahan usaha dua yang telah dijanjikan oleh pemerintah.
Beberapa lahan yang dijanjikam oleh pemerintah kepada warga Translok, di antaranya adalah Lahan Pekarangan, Lahan Usaha Satu dan Lahan Usaha Dua. Ketiga jenis lahan tersebut dijanjikan oleh pemerintah saat melakukan sosialisasi kepada calon transmigran pada tahun 1996.
Namun, hingga saat ini, Lahan Usaha Dua yang luasnya 1 Ha. untuk setiap kepala keluarga belum dibagikan oleh pemerintah.
Kata Bernadus, warga Translok beberapa kali mendatangi DPRD kabupaten Manggarai Barat dan Dinas Nakertrans untuk menuntut pembagian 200 sertifikat lahan usaha dua tersebut.
Bahkan kata Bernadus, warga Translok pada Januari tahun 2022 melakukan demonstrasi di depan kantor bupati Manggarai Barat dan DPRD Manggarai Barat.
Bernadus merasa kecewa dengan sikap Kadis Ney Asmon. Kata dia, sebagai pemerintah mestinya mencari solusi terbaik atas sebuah persoalan, bukan malah menipu warga.
“Saya sangat tidak setuju [dengan sikap Dinas]. Saya berbicara keras tadi. Kami mau ditipu bahwa Dinas dan BPN akan melakukan rekon ulang, namun kenyataannya nanti, kami menanda tangan berita acara bahwa kami tidak akan menuntut hak kami, yaitu lahan usaha dua. Kami kecewa dengan sikap Kadis Ney Asmon,” tegas Bernadus.
Hal senada juga diutarakan Stefanus Seihadin. Stefanus bahkan meminta Kadis Ney Asmon untuk mempertanggungjawabkan pernyataannya bahwa nanti setelah urusan tanda tangan ada “hiburan”.
“Harus tanggung jawab, hiburan yang dimaksud itu apa. Kalau memang Dinas mau, agar warga Translok tidak menuntut sertifikat lahan usaha dua, harus hitam di atas putih [diberita acara kan – red] tidak boleh hanya lisan. Kami tidak mau dibodohi,” tegas Stefanus.
Sementara itu, Kadis Ney Asmon saat dikonfirmasi media ini menjelaskan tujuan sosialisasi yang digelarnya pada Selasa, [9/7] siang di Translok adalah untuk Proses pelepasan HPL, dan penyelesaian 65 sertifikat yang belum terbit juga untuk Sertifikat yang sejak 2012 ada di kantor hingga hari ini pertanahan belum terima pengembalian dari Pemda, maka ada administrasi penandatanganan berita acara.
“65 sertifikat hak warga translok direkon dan diajukan sertifikatnya. Lahan usaha 2 tidak pernah dibagikan/diukur tahun 1998 karena tidak ada lokasi [diatas lahan, rumah warga lokal] jadi sertifikat itu tidak dituntut lagi dan akan diserahkan ke pertanahan sesuai proses. Ini point intinya. Untuk pelepasan HPL kita sepakat ukur baik baik batas terluar dari Lokasi translok,” jelas Ney Asmon.
Penjelasan Kadis Ney tersebut dibantah oleh warga Translok.
Kata mereka, saat sosialisasi pada tahun 1996, pemerintah menjanjikan kepada calon transmigran untuk dibagikan tiga jenis lahan yang satu di antaranya adalah lahan usaha dua yang hingga saat ini belum dibagikan oleh pemerintah.
“Sangat tidak masuk akal alasan Kadis Ney, dia [Kadis Ney] mengatakan bahwa lahan usaha dua tidak pernah diukur, sementara dia mengakui bahwa sertifikatnya ada. Sangat tidak masuk akal penerbitan sertifikat tanpa melalui proses pengukuran di lokasi. Kadis Ney tidak boleh membodohi kami,” kata Bernadus.
Warga juga mengecam pernyataan Kadis Ney bahwa mereka tidak menuntut sertifikat lahan usaha dua.
“Kami selalu menuntut hak kami yaitu sertifikat lahan usaha dua. Kami mengecam pernyataan Kadis Ney bahwa kami tidak akan menuntut lagi hak kami. Kami tidak mau jadi korban karena keegoisan pemerintah,” tegas Bernadus saat dikonfirmasi media ini pada Rabu, [10/7] pagi.
Bernadus dan warga Translok lainnya berencana akan mendatangi BPN Manggarai Barat.
“Besok, Kamis, [11/7] kami warga Translok akan mendatangi BPN Manggarai Barat untuk meminta BPN agar tidak menerima dan memutihkan sertifikat lahan usaha dua milik warga Translok,” tutupnya.
Penulis : Tim Komodo Indonesia Post