LABUAN BAJO, Komodoindonesiapost.com – Tua Golo (Tua adat pembagi tanah) kampung Soknar, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo, Manggarai Barat bernama Zakaria memberikan penjelasan soal masalah tanah di Lengkong Wae Ri,i di Golo Mori yang sempat diklaim Idrus dan kelompoknya sebagai tanah adat.
Tua Golo Zakaria menjelaskan bahwa tanah yang berlokasi di Lengkong Wae Rii, Dusun Lenteng, Desa Golo Mori, adalah tanah milik Ismail (alm) yang sudah dikuasainya sejak tahun 1971. Dimana perolehan tanah itu dulu dari Tua Golo bernama Baru.
Kemudian pada tahun 2012, tanah itu dibuatkan suratnya oleh Tua Golo Hamid Roni. Hamid Roni adalah anak dari Tua Golo Baru yang sudah meninggal. Begitu ayahnya bernama Baru meninggal, kemudian Hamid Roni menggantikam posisi Bapaknya sebagai Tua Golo sejak tahun 2000 hingga 2015.
Pada tahun 2012, Hamid Roni ini mengeluarkan surat perolehan atas tanah tersebut kepada Ismail. Dan pada tahun 2015, Hamid Roni meninggal dunia. Seketika itu, Tua Golo juga diganti oleh Majid hingga tahun 2020. Dan pada tahun 2020, Majid mengeluarkan surat pengukuhan atas tanah milik ismail.
“Pak Majid ini dia mengukuhkan apa yang telah dibuat oleh Tua Golo Hamid Roni tahun 2012. Hanya bedanya disurat pengukuhan itu bukam lagi atas nama Ismail tetapi atas nama Harmin. Dimana Harmin ini anak dari Ismail. Harmin inikam ahli waris,” ujar Zakaria saat ditemui tim media ini pada Selasa, 22 Oktober di Rumahnya di Jati Baru, Golo Mori.
Zakaria menjelaskan bahwa digantinya nama Ismail menjadi Harmin sebagai pemilik atas tanah tersebut lantaran Ismail telah meninggal pada tahun 2019. “Idrus ini mempersoalkan kenapa nama Harmin. Padahal Harmin itukan anak satu satunya laki laki. Ya wajar kalau dipengkuhan atas nama Harmin. Kan tidak menjadi masalahkan,” ujar Zakaria.
Menurut Zakaria, bahwa dari sejarah dan cerita masa lalu itulah kemudian diakui hingga sekarang. “Saya sebagai Tua Golo tidak berhak untuk membatalkan perolehan ataupun pengakuan dari Tua Golo sebelumnya,” ujarnya.
“Hamid Roni itu adalah Bapak saya. Sementara Baru itu adalah Kakek saya. Jadi semacam turun temurunlah (jabatan Tua Golo, red),” ujarnya.
Zakaria menyebut bahwa sesungguhnya Idrus tidak mewakili masyarakat adat. Idrus hanya mewakili dirinya sendiri dan beberapa orang kelompok generasi.
Menurut Tua Golo Zakaria, Idrus berulang kali mendatangi dirinya untuk memaksakan Tua Golo agar mengeluarkan surat pernyataan bahwa tanah yang dimiliki oleh Harmin adalah tanah adat. Namun, niat Idrus ini ditolak mentah mentah oleh Tua Golo Zakaria. Karena tidak ada tanah adat yang dikuasai oleh Harmin sebagaimana yang diklaim oleh Idrus.
“Mereka (Idrus dan kawan kawan) ini datang ketemu saya memaksakan saya ketemu dengan Aba Syarif (Pembeli, red). Tapi saya tidak mau. Karena saya tidak ada hubungan dengan Aba Syarif, kalau Aba Syarif ada perlu dengan saya silahkan dia datang ketemu saya. Bukan saya yang datang ketemu Aba Syarif,” ujarnya.
Seingat Zakaria, Idrus mendatangi dirinya sekitar tiga kali untuk memaksakan dirinya mengeluarkan surat pernyataan. “Mereka minta agar saya keluarkan surat bahwa tanah yang dikuasai Harmin adalah tanah adat. Saya tidak berani saya bilang. Mereka menyuruh saya buat pengakuan bahwa Aba Syarif mengeluarkan sertifikat tanpa prodak alas hak. Saya bilang tidak ada alasan seperti itu. BPN tidak mungkin mengeluarkan sertifikat tanah tanpa alas hak,” ujarnya.
“Jangankan sertifikat yang sudah keluar, surat perolehan yang sudan terbit (oleh Tua Golo sebelumnya) saja saya tidak berani batalkan. Yang datang itu Idrus dan kawan kawannya dengan media. Tiga kali mereka datang ketemu saya. Datang ketiganya mereka bilang bahwa karena Aba Syarif butuh surat pernyataan dari saya tapi saya tetap tidak mau. Surat pernyataan bahwa tana yang sudah sertifikat itu (atas nama Harmin) adalah tanah adat, saya tidak mau saya bilang,” ujarnya.
Zakaria menegaskan bahwa ayahnya Hamid Roni sebagai Tua Golo yang pernah mengeluarkan surat perolehan atas nama Ismail atau ayah dari Harmin, maka dirinya tidak berani membatalkannya.
“Perolehan yang dikeluarkan oleh Tua Golo sebelumnya yakni Bapak Hamid Roni tahun 2012 atas nama Ismail ayah dari Harmin. Sehingga atas perolehan itu maka Haji Majid (Tua Golo setelah Hamid Roni dan sebelum Zakaria) mengeluarkan surat lagi berupa pengukuhan atas peroleh tahun 2012. Hanya pada surat pengukuhan tahun 2020 itu atas nama Harmin selaku alhi waris dari Ismail Bapaknya yang telah meninggal dunia tahun 2019,” ujarnya.
“Saya sebagai Tua Golo sekarang tetap mendukung prodak perolehan yang yang telah dikeluarkan oleh dua Tua Golo sebelumnya. Saya tidak berani membatalkan prodak yang telah dikeluarkan oleh beberapa Tua Golo sebelum saya,” ujarnya.
Zakaria menegaskan kembali bahwa tanah milik Harmin ini bukanlah tanah adat sebagaimana yang diklaim oleh Idrus. Harmin juga bukan orang Kerora sebagaiman yang dikoarkan oleh Idrus dalam pemberitaan dimedia.
“Harmin ini lahir, besar, hingga punya isteri dan anak di Soknar. Mereka masih punya rumah dan tanahnya. Hanya dia baru pindah ke Kerora itu sekitar 5 tahun lalu. Karena isterinya orang Kerora, Desa Pasir Panjang. Mungkin karena permintaan dari Bapak dan Mama Mantunya untuk tinggal di Kerora. Tapikan mesti dia tinggal di Kerora tetapi tidak menghilangkan hak miliknya di Soknar. Karena Bapak dan Ibunya ya orang Soknar asli,” ujarnya.
“Kalau Idrus itu orang Kerora. Idrus lahir di Kerora dan baru pindah di Soknar itu tahun 1983. Maka klaim Idrus bahwa tanah milik Harmin itu tanah adat itu tidak benar. Mereka sudah kuasai tanah itu sejak tahun 1971. Ada surat perolehan dari kraeng tua saya bilang tahun 2012. Yang kamu bantah ini bukan bantah Harminnya tetapi bantah surat perolehan yang dikeluarkan oleh Kraeng Tua (ayahnya),” ujarnya.
Penulis : Rio Suryanto