LABUAN BAJO, Komodo Indonesia Post – Christo Mario Y. Pranda angkat bicara ihwal polemik pemecatan sejumlah 20 [dua puluh] Tenaga Harian Lepas [THL] di dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan kabupaten Manggarai Barat.
Mario Pranda melihat, pemecatan 20 [dua puluh] THL tersebut sangat melukai kemanusian dan akan merusak demokrasi. Hal itu kata dia karena dominasi kekuasaan yang cukup kuat.
Menurutnya, pemecatan 20 THL tersebut mesti dilihat secara komprehensif.
“Polemik 20 ( Dua puluh) anggota THL di dinas kebersihan dan lingkungan hidup Kabupaten Manggarai Barat mesti dilihat secara komprehensif, jangan parsial. Saya membaca polemik ini dalam tiga dimensi utama yang menjadi dasar pertimbangan untuk kurang sepakat, yakni Kemanusian, Demokrasi, dan Hegemoni Kekuasaan,” kata Mario Pranda.
Dalam penjelasannya, Mario memulai dari Dimensi Kemanusiaan.
Dia menjelaskan, dampak pertama dari kebijakan pemecatan 20 [dua puluh] THL tersebut adalah bertambahnya jumlah pengangguran.
“Dampak pertama dari kebijakan pemecatwan THL tersebut adalah bertambahnya jumlah pengangguran, sebab mereka semua kehilangan pekerjaan. Pemecatan terhadap 20 (dua puluh) anggota THL di lingkup DKLH dinilai kurang tepat karena alasan kemanusiaan. Sebab, para THL tersebut adalah tulang punggung dari keluarga masing-masing. Dan, setelah mereka dipecat implikasinya banyak, kehilangan lapangan pekerjaan yang berpengaruh langsung terhadap kelangsungan hidup, urus makan dan menyekolahkan anak-anak mereka. Apalagi kalau sumber pendapatan keluarga hanya bergantung pada pekerjaan tersebut. Atas dasar itu, saya berpikir bahwa pemecataan terhadap THL apalagi yang telah mengabdi bertahun-tahun di daerah perlu dipertimbangkan ulang. Walaupun dari sisi regulasi tersedia ruang untuk melakukan pemecatan, tetapi saya tetap berharap untuk kebijakan ini ditinjau ulang,” jelas Mario.
Dimensi kedua, kata Mario Pranda adalah Dimensi Demokrasi.
Dalam dimensi ini, Mario mengatakan bahwa, pemecatan 20 [dua puluh] THL tersebut disinyalir oleh perbedaan pilihan politik pada pemilihan bupati dan wakil bupati, 27 November 2024 lalu.
“Pemecatan THL yang disinyalir disebabkan oleh perbedaan pilihan politik mestinya tidak boleh terjadi lagi apalagi itu bertabrakan langsung dengan asas demokrasi yang kita anut seperti asas bebas dan asas rahasia. Asas bebas itu berkaitan langsung dengan warga negara diberi kebebasan untuk menentukan hak pilihnya tanpa tekanan dan paksaan serta memilih berdasarkan hati nurani. Asas rahasia itu berkaitan dengan bahwa dalam memberikan suara kerahasian pemilih haruslah dijamin tanpa diketahui oleh orang lain dengan cara apapun. Pertanyaan yang diungkapkan oleh Istri Wakil Bupati Manggarai Barat sebagaimana yang diungkap dalam pengakuan oleh salah seseorang pegawai THL menurut saya sudah tidak pantas dan berbenturan langsung dengan asas demokrasi yang telah disebutkan itu. Selain itu, bagi saya perbedaan preferensi politik pada Pemilukada Tahun 2024 di Kabupaten Manggarai Barat tidak boleh menjadi pijakan utama dalam mengevaluasi kinerja para THL tersebut,” jelasnya.
Ketiga, lanjut Mario Pranda, Dimensi Hegemoni Kekuasaan.
Mario menegaskan bahwa, pemecatan 20 [dua puluh] THL tersebut menunjukkan watak asli dari perilaku kekuasaan di kabupaten Manggarai Barat.
“Saya menilai bahwa pemecatan yang terjadi terhadap 20 (dua puluh) pegawai THL di DKLH (Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup) beberapa waktu lalu menunjukan watak asli prilaku kekuasaan yang beroperasi di Manggarai Barat. Dan, saya menentang sikap-sikap arogansi kekuasaan seperti itu. Saya juga ingin menjelaskan bahwa salah satu alasan saya memilih maju pada pemilukada Kabupaten Manggarai Barat Tahun 2024 dan melepaskan jabatan sebagai anggota DPRD terpilih adalah untuk menghentikan hegemoni politik dan prilaku-prilaku kekuasaan yang hegemonik seperti itu. Bagi saya, Manggarai Barat adalah milik kita semua dan kita semua berkontribusi baik langsung maupun tidak terhadap kemajuan daerah ini. Saya tidak mau ada segelintir orang atau kelompok yang paling merasa berkuasa dan bisa melakukan apa saja. Itu tidak baik dan tidak boleh dibiarkan terjadi. Karena sejatinya pemimpin itu pada dasarnya adalah pelayan untuk masyarakat yang dia pimpin langsung,” lanjutnya.
Dalam laporan Komodo Indonesia Post pada Senin, 20 Januari, kemarin ihwal pemecatan THL. Seorang THL bernama Elen [38] mengungkapkan bahwa, ia dinonaktif pada 31 Desember 2024 lalu bersama 19 [sembilan belas] rekannya.
Elen bekerja sebagai THL selama 5 tahun 6 bulan dengan tugas sebagai penyapu jalan di depan rumah jabatan bupati Manggarai Barat.
Elen mengaku sempat bertemu dengan istri wakil bupati Manggarai Barat, Mely Siboe di rumah jabatan pada Kamis, 2 Januari lalu.
Dalam pertemuan itu, Elen ditanyai ihwal dukungannya dalam pemilihan bupati dan wakil bupati Manggarai Barat 27 November 2024 lalu.
“Kamu kemarin pilih 02 atau 01? lalu saya jawab kalau saya sendiri pilih 02 dan suami saya pilih 01. Lalu dia [Mely] katakan kenapa kamu tidak arahkan suami kamu pilih 02 saja karena gaji kamu bersumber dari sini,” pungkas Elen Meniru pertanyaan Mely Siboe.
Elen yang polos berharap belaskasihan dari istri wakil bupati Manggarai Barat tersebut.
Namun, mendengar pertanyaan Mely, menutup harapan bagi perempuan pekerja keras itu.
Elen diarahkan untuk bertemu dengan kepala dinas lingkungan hidup dan pertanahan kabupaten Manggarai Barat.
Elen mengungkapkan bahwa, setelah dirinya dan rekan rekannya dipecat, ada orang baru yang menggantikan posisi mereka. Kata dia, posisi itu diisi oleh keluarga kepala dinas, DPR dan juga bupati Manggarai Barat.
Penulis : Tim Komodo Indonesia Post