Oleh Romo Edy Menori, Pr. (asal Nangalili Lembor)
Hatimu Mulia
Tentang dirimu dan kesehatanmu
Sering kau abaikan.
Kapan saja kau siap melayani
Tak kenal kata nanti.
Pulang ke pastoran tertidur pulas di sofa ditemani sepatu berlumpur.
Engkau sangat lelah tak sempat lagi untuk membuka sepatu.
Bila saja kau dengar umatmu ditimpa persoalan,
Pasti engkau yang terdepan untuk membantu.
Tak sedikitpun ada rasa gentar menghadapi apa saja dan siapa saja.
Saat genting konflik berkecamuk
Engkau turun menghadang
Nyawamu jadi taruhan.
Perjuanganmu tak sepenuhnya sukses
Engkau menangis jubah putihmu berlumuran darah.
Engkau gendong korban berlumuran darah
Kasihmu sampai akhir.
Kata-katamu tajam tak kenal kompromi.
Tak kau peduli soal basa basi kesantunan penuh kemunafikan.
Tapi tak ada dendam dalam kemarahanmu
Pun saat engkau disalahkan.
Engkau hebat dalam membuka jaringan
Tak sungkan untuk menyuarakan niat sucimu.
Banyak bantuan tersalur melalu usahamu
Beberapa bangunan SDK dan SMA menjadi bukti perjuanganmu.
Bibit aneka pohon di tempatku juga perjuanganmu.
Kusaksikan sendiri bagaimana ibu-ibu berjilbab penjual nasi bungkus di pinggir jalan menyapamu.
Di tempat ini kau memesan puluhan nasi bungkus. Sebab semua penjual harus dapat jatah.
Sempat kubertanya dalam hati, untuk apa nasi sebanyak ini?
Ternyata kau ingat group lain yang datang dari jauh mengambil bibit pohon.
Tampangmu sangar tetapi hatimu mulia.
Tak sedikitpun engkau peduli dengan kondisi sakit dan penderitaanmu.
Engkau tetap berkarya dan menolong
sampai detik terakhir sebelum harus terbang ke Jakarta.
Malam ini lonceng terakhir hidupmu di dunia telah berbunyi. Air mata jatuh saat mengenang kembali kebaikanmu.
Selamat jalan kae Romo Beny Jaya.
Bapa di Surga mencintaimu.
Doa kami untukmu dan doakan kami selalu.