“Saya sangat tidak setuju [dengan sikap Dinas]. Saya berbicara keras tadi. Kami mau ditipu bahwa Dinas dan BPN akan melakukan rekon ulang, namun kenyataannya nanti, kami menanda tangan berita acara bahwa kami tidak akan menuntut hak kami, yaitu lahan usaha dua. Kami kecewa dengan sikap Kadis Ney Asmon,” tegas Bernadus.
Hal senada juga diutarakan Stefanus Seihadin. Stefanus bahkan meminta Kadis Ney Asmon untuk mempertanggungjawabkan pernyataannya bahwa nanti setelah urusan tanda tangan ada “hiburan”.
“Harus tanggung jawab, hiburan yang dimaksud itu apa. Kalau memang Dinas mau, agar warga Translok tidak menuntut sertifikat lahan usaha dua, harus hitam di atas putih [diberita acara kan – red] tidak boleh hanya lisan. Kami tidak mau dibodohi,” tegas Stefanus.
Sementara itu, Kadis Ney Asmon saat dikonfirmasi media ini menjelaskan tujuan sosialisasi yang digelarnya pada Selasa, [9/7] siang di Translok adalah untuk Proses pelepasan HPL, dan penyelesaian 65 sertifikat yang belum terbit juga untuk Sertifikat yang sejak 2012 ada di kantor hingga hari ini pertanahan belum terima pengembalian dari Pemda, maka ada administrasi penandatanganan berita acara.
“65 sertifikat hak warga translok direkon dan diajukan sertifikatnya. Lahan usaha 2 tidak pernah dibagikan/diukur tahun 1998 karena tidak ada lokasi [diatas lahan, rumah warga lokal] jadi sertifikat itu tidak dituntut lagi dan akan diserahkan ke pertanahan sesuai proses. Ini point intinya. Untuk pelepasan HPL kita sepakat ukur baik baik batas terluar dari Lokasi translok,” jelas Ney Asmon.
Penjelasan Kadis Ney tersebut dibantah oleh warga Translok.
Kata mereka, saat sosialisasi pada tahun 1996, pemerintah menjanjikan kepada calon transmigran untuk dibagikan tiga jenis lahan yang satu di antaranya adalah lahan usaha dua yang hingga saat ini belum dibagikan oleh pemerintah.
“Sangat tidak masuk akal alasan Kadis Ney, dia [Kadis Ney] mengatakan bahwa lahan usaha dua tidak pernah diukur, sementara dia mengakui bahwa sertifikatnya ada. Sangat tidak masuk akal penerbitan sertifikat tanpa melalui proses pengukuran di lokasi. Kadis Ney tidak boleh membodohi kami,” kata Bernadus.
Warga juga mengecam pernyataan Kadis Ney bahwa mereka tidak menuntut sertifikat lahan usaha dua.
“Kami selalu menuntut hak kami yaitu sertifikat lahan usaha dua. Kami mengecam pernyataan Kadis Ney bahwa kami tidak akan menuntut lagi hak kami. Kami tidak mau jadi korban karena keegoisan pemerintah,” tegas Bernadus saat dikonfirmasi media ini pada Rabu, [10/7] pagi.
Bernadus dan warga Translok lainnya berencana akan mendatangi BPN Manggarai Barat.
“Besok, Kamis, [11/7] kami warga Translok akan mendatangi BPN Manggarai Barat untuk meminta BPN agar tidak menerima dan memutihkan sertifikat lahan usaha dua milik warga Translok,” tutupnya.
Penulis : Tim Komodo Indonesia Post
Halaman : 1 2