Marta Muslin, Aktvis Lingkungan yang Memberdayakan Anak Kurang Mampu Menjadi Dive Master

- Editor

Jumat, 22 Desember 2023 - 21:11 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Marta Muslin Tlis, Aktivis Lingkungan/Dokumen Pribadi

Marta Muslin Tlis, Aktivis Lingkungan/Dokumen Pribadi

LABUAN BAJO, Komodoindonesiapost.comMarta Muslin Tulis, Perempuan 40 tahun yang memilih menjadi Aktivis Lingkungan di kota pariwisata super premium Labuan Bajo Manggarai Barat. Sejak tahun 2009 aktivitas pungut sampah bawah laut di sekitaran kepulauan Taman Nasional Komodo [TNK] terus dilakukanya.

Marta Muslin adalah pelaku aktif wisata dan pendorong perubahan di akar rumput wisata di Labuan Bajo.

Selain menjadi Aktivis Lingkungan, Marta Muslin aktif memberdayakan pemuda lokal untuk menjadi Dive Master dan pemandu wisata selam. Lewat Wicked Diving, Dive Operator tempatnya bekerja, sudah banyak anak-anak muda lokal yang menjadi Dive Master atau pemandu selam. Marta Muslin yang hari harinya akrab disapa Icha itu menegaskan bahwa anak-anak lokal tidak boleh hanya menjadi penonton pada saat wisata alam di Labuan Bajo berkembang.

Icha pernah turut mendirikan Bolo Lobo Community, sebuah komunitas seni budaya, dan Komunitas Pemuda Kreatif yang bergerak di pengelolaan sampah anorganik saat masih bekerja di Swisscontact Wisata Flores. Dia pun turut aktif mengajak komunitas lokal untuk memelihara lingkungan dari sampah laut (marine debris), yang merebak akibat meningkatnya aktivitas turisme.

Saat ini sederet pekerjaan dia jalani, termasuk Koordinator Indonesia Waste Platform (indonesianwaste.org), Board Management of Eco Flores (ecoflores.com), Koordinator Flores Homestay Network (floreshometaynetworks.com), Chairman of Dive Operator Community Komodo (DOCK), peneliti gender sampai aktif di komisi hukum di Association of Indonesia Travel Agencies (ASITA).

Buah dari kerjakeras tidak dicapai dengan mudah. Dia memulai dari bawah, dari pelayan dan pekerja restoran saat kuliah di Bali, hingga menjadi salah satu aktor perubahan dan pendorong kebijakan publik.

Apresiasi pun telah dicapainya. Termasuk memperoleh penghargaan Award for Sustainable Tourism Growth, Griffith University, Australia, 2016 hingga menjadi peserta International Leadership Visitor Program for Sustainable Energy and Policy 2017 di Amerika Serikat.

Pungut Sampah Bawah Laut

Melalui aksi Dive for Marine Debris tahun 2016 bersama Kemenko Maritim. Icha proposed ke Deputi IV sebagai titik awal memusatkan perhatian pada sampah laut dengan serius.

Kata Icha, sampah harus diambil secara rutin, BLH (Badan Lingkungan Hidup) kekurangan orang dan bujet, di pelabuhan sampah menumpuk. Padahal kapal yang beroperasi banyak, bisa lebih dari seratus. Masalahnya sampah di perairan kalau laut sudah pasang, sampah terbawa arus masuk ke laut. Kami tak bisa pungut jadi harus menyelam.

“Kami lalu menyelam, banyak sekali sampah di kawasan Taman Nasional dan juga sekitar Labuan Bajo. Komitmen untuk jadi aksi memang tak selamanya mudah”, kata Ica.

sejak saat itu, Icha terus melakukan aktivitas pungut sampah bawah laut.

Mendapat Penghargaan

Koordinator Nasional Indonesia Waste Platform, Marta Muslin mendapat penghargaan sebagai penggiat sampah dari pemerintah Kabupaten Manggarai Barat NTT.Penghargaan tersebut diraih Marta Muslin pada peringatan berdirinya Kabupaten Manggarai Barat ke-20, pada Sabtu (25/2/2023).

Memberi Beasiswa Bagi Peserta Dive Master

Icha manajer di Wicked Diving (WD), sebuah usaha penyelaman yang punya social enterprise. Berapa persen pendapatannya, ia sumbangkan untuk masyarakat setempat.

Menurut Icha, biasanya bisnis punya program giving back to community seperti di Thailand. Di sini ada pembatasan karena ada kawasan TN Komodo. Nelayan dibatasi wilayah tangkapnya. Pemilik WD lalu berpikir bagaimana kalau buat program dive master buat orang lokal, karena biasanya ini lebih banyak diisi pekerja luar.

“Kami ke sekolah cari anak yang mau jadi dive master. Kami langsung seleksi. Syaratnya mereka yang tak bisa lanjutkan kuliah. Tidak punya masalah fisik, tidak mabuk laut, bisa berenang, bisa bahasa Inggris basic. Ini tahun ketiga sejak program ini ada sejak 2014,” tutur Icha.

Tahun pertama Icha kerjasama dengan Yayasan Komodo. Ia kemudian merekrut orang dari dalam kawasan. Kemudian pada tahun 2016 Icha coba satu dive master perempuan dari Pulau Rinca, dan 4 orang laki-laki lainnya, Icha rekrut dari keluarga yang orangtuanya bekerja di kebun sawit di Malaysia.

“Waktu saya di Amerika, [saya dapat kabar] mereka bisa pulangkan orangtuanya karena mereka sekarang sudah bergaji besar sebagai dive master. Saya bersyukur orang tak harus merantau cari kerja jauh-jauh, Labuan Bajo sudah cukup,” kata Icha.

Tahun ini semua kandidatnya perempuan semua. Sudah lulus 6 orang. Saya senang sekali. Tourism kan harus berpihak pada perempuan. Kalau perempuan jadi diver dia mengajari anaknya kan gampang, transfer pengetahuan ke generasi berikut.

“Pendidikan kurikulum Scuba Schools International (SSI), saya tambahkan materi culture dan conservancy, pendidikan selama 6 bulan dimulai sejak April. Jadi dive master harus memenuhi dive-log, mereka belajar dengan instruktur yang tak bisa bahasa Indonesia,” jelas Icha.

Menurut Icha, Dive guide juga harus menganalisis semua titik penyelaman. Ada P2SK (Perkumpulan Pemandu Selam Komodo), jumlah anggotanya 70 orang termasuk termasuk Icha.

Lingkungan dan Pariwisata

Kata Icha, Pariwisata jika tak dikelola dengan baik lebih parah dari mining. Mengapa? karena mining hanya di satu tempat, pariwisata di mana saja, berdampak juga pada lingkungan dan sosial.

“Kami mulai tahun 2009 dukung pemerintah untuk jadikan Labuan Bajo destinasi wisata baru. Pemerintah daerah saat itu belum siap, saat mulai ada dampak dari tingkat kunjungan wisatawan,” katanya.

Lebih lanjut, Icha menjelaskan masuknya investasi, tetapi kalau tidak nyambung dengan peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), warga sulit mengakses lokasi public space.

“Misalnya di Waicucu (salah satu spot wisata), mereka harus melewati private property, harus lewat laut untuk akses masuknya. Harusnya RTRW sejalan dengan kawasan yang free access. Pemerintah lokal belum siap aturan, tapi destinasi wisata sudah dipasarkan habis-habisan,” lanjut Icha.

Tantangan

Dari survey Swisscontact selama 5 tahun, Labuan Bajo adalah top five destinasi turis. Pertama alasannya komodo, people and culture, dan marine tourism.

“Kalau tak diatur dengan baik, kebayang wisata fishing, diving, jetski numplek di satu tempat, lalu apa jadinya destinasi ini nanti. Regulasi belum dipersiapkan dan market sudah ada dan tinggi,”pungkas Icha.

Jumlah turis sekitar 22 ribu tahun 2009, sekarang enam kali lipat sekitar 140 ribu yang masuk ke kawasan TN Komodo di darat dan laut. Bisa jadi sekarang sudah lebih tinggi dari itu. “Bayangkan kalau 500 ribu turis datang, rata-rata 3.000 orang per hari. Apa kabar Komodo nanti?,” pungkasnya.

Masalah air juga klasik, dampaknya nanti dengan bagaimana pengelolaan air. Juga sampah. Sampah turis kan lebih banyak, misal sampah restoran bisa 5 kali lebih besar dari warga setempat. Orang landed sudah berhadapan dengan sampah.

Solusi

Icha menjelaskan bahwa setiap kali ada pelatihan sampah bernilai ekonomi yang melatih datang dari Ambon, karena sama jauhnya seperti Flores dalam mengakses pabrik daur ulang di Jawa.

“Organisasi seperti Indonesia Waste Platform diharap jadi hub jejaring penanggulangan sampah padat dan berbagi strategi penyelesaian. Sekarang kami sedang sosialisasi zona nelayan, yang dibawahnya orang bisa diving,” jelasnya.

Kata dia, Ini baru satu masalah lingkungan belum kerusakan yang ada di laut.

“Kami di komunitas dive operator mendukung Masyarakat Mitra Polhut (MMP) di bawah KLHK untuk laporkan peristiwa praktik yang tak benar. Kami buat MoU dengan MMP. Sejumlah laporan misal destructive fishing, juga anchoring (pemasangan jangkar). Jangan sampai karang tak rusak karena bom atau sianida, tapi rusaknya karena jangkar kapal, katanya.

“Tourism harus berkelanjutan, kerusakan yang terjadi, tak bisa dikembalikan hanya dalam jangka dua tahun, misal coral yang rusak perlu waktu lama. Kalau tak mengerti dampaknya, dalam jangka panjang akan habis,” tutup Aktivis Lingkungan itu.

Penulis : Ven Darung

Berita Terkait

Pernyataan AJI Terkait Pemotongan Anggaran Operasional Lembaga Penyiaran Publik
Ternyata di Dunia Ini Masih Ada Orang Jujur
Pernyataan Sikap JPIC OFM Indonesia; Hentikan Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Poco Leok dan Copot Kapolres Manggarai
Menagih Janji Bupati Nabit
Forum Jurnalis NTT untuk Reformasi Mendesak DPR RI Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran
Kondisi Jalan di Manggarai NTT Bak Sungai, Warga Curhat ke Facebook
Nany Afrida dan Bayu Wardhana Terpilih Sebagai Ketum dan Sekjen AJI 2024-2027
Puisi: Hatimu Mulia ( Mengenang Rm Beny Jaya)

Berita Terkait

Rabu, 12 Februari 2025 - 10:48 WITA

Pernyataan AJI Terkait Pemotongan Anggaran Operasional Lembaga Penyiaran Publik

Minggu, 24 November 2024 - 22:10 WITA

Ternyata di Dunia Ini Masih Ada Orang Jujur

Rabu, 2 Oktober 2024 - 20:50 WITA

Pernyataan Sikap JPIC OFM Indonesia; Hentikan Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Poco Leok dan Copot Kapolres Manggarai

Minggu, 14 Juli 2024 - 10:03 WITA

Menagih Janji Bupati Nabit

Jumat, 7 Juni 2024 - 16:52 WITA

Forum Jurnalis NTT untuk Reformasi Mendesak DPR RI Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran

Sabtu, 11 Mei 2024 - 09:35 WITA

Kondisi Jalan di Manggarai NTT Bak Sungai, Warga Curhat ke Facebook

Selasa, 7 Mei 2024 - 18:55 WITA

Nany Afrida dan Bayu Wardhana Terpilih Sebagai Ketum dan Sekjen AJI 2024-2027

Kamis, 18 April 2024 - 23:36 WITA

Puisi: Hatimu Mulia ( Mengenang Rm Beny Jaya)

Berita Terbaru

Anggota Sat Lantas Polres Mabar Saat Mengecek surat surat kendaraag milik pedagang yang diamankan

Daerah

Sat Lantas Polres Mabar Amankan 6 Mobil Pick Up

Kamis, 24 Apr 2025 - 19:50 WITA