Aral Penertiban Aset Tanah Pemda Manggarai Barat: Warga Gugat, Ada Dugaan Tidak Tertib Administrasi

- Editor

Sabtu, 17 Februari 2024 - 08:04 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dokumen yang disebut Marsel merujuk pada dokumen pengukuhan tanah pemampatan tertanggal 4 Mei 1984, Surat Keputusan [SK] Bupati Manggarai Nomor 126 tahun 1991 tentang pembentukan tim relokasi tanah pemampatan dan SK Bupati Manggarai Nomor 140 tahun 1993 tentang pengukuhan relokasi tanah bekas penggarap di atas empat lengkong.

Mengacu pada bukti  itu, kata dia, dalam surat susulan, Dula melarang Baco Pua Tima dan Suherman beraktivitas di atas lokasi yang kini menjadi objek sengketa.

Hanya, kata Marsel, saat itu petugas di bagian hukum Pemda Manggarai Barat tidak terlebih dahulu mencabut surat keterangan sebelumnya.

“Sebenarnya [pada saat itu Dula] harus memberikan surat pembatalan [terlebih dahulu terhadap surat sebelumnya],” kata Marsel.

Komodo Indonesia Post tidak bisa mendapat salinan surat keterangan Dula yang terbit pada 2006 itu yang, kata Marsel, kini ada di kejaksaan sebagai barang bukti.

Klaim Marsel bahwa Baco Pua Tima tidak terdaftar dalam dokumen yang menjadi rujukan pemerintah memang benar, merujuk pada salinan dokumen-dokumen itu yang diperoleh dan telah diperiksa Komodo Indonesia Post.

Dalam dokumen tahun 1984 misalnya tercatat 85 nama penggarap, dan tidak terdapat nama Bacu Pau Tima. Demikian pun dalam SK Nomor 126 Tahun 199I dan SK Nomor 140 Tahun 1993, juga tidak ada nama Baco Pua Tima. 

Pernyataan yang menyebut Bacu Pau Tima adalah penggarap hanya terdapat dalam surat keterangan Dula pada 2005.

Sejumlah dokumen yang diperoleh Komodo Indonesia Post terkait aset tanah Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. (Rio Suryanto)

Pembelaan Ahli Waris

Perihal ketiadaan nama ayahnya dalam dokumen-dokumen itu, Madjid beralasan, ada kesalahan administrasi.

Ia balik mempersoalkan nama-nama lain yang ikut muncul dalam dokumen-dokumen itu, terutama dalam dokumen terakhir, SK Nomor 140 tahun 1993.

Ia menyatakan dalam dokumen itu muncul 33 nama yang ia duga “sebagai penumpang gelap” karena nama mereka tidak masuk dalam dokumen tahun 1984 dan SK tahun 1991.

“Kalau jago, bupati buka semua nama-nama itu. Toh, nanti ketahuan siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak mendapat kaveling lahan pemampatan,” ujarnya.

Menanggapi pernyataan Majid, Marsel menjelaskan, soal ketidaksesuaian nama antardokumen itu merupakan tanggung jawab Pemda Manggarai, induk Kabupaten Manggarai Barat.

“Kita ini kan tahun 2005 terima jadi. Kita tidak tahu bagaimana prosesnya. Kita hanya mengikuti dokumen yang sudah jadi,” ujarnya.

Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Tony Aji mengonfirmasi “ada indikasi tidak tertib administrasi” antara dokumen pengukuhan lahan pemampatan tahun 1984, SK Nomor 126 tahun 1991 dan SK Nomor 140 Tahun 1993.

Namun, ia menolak menjelaskan rinci soal dokumen mana yang benar.

“Soal materi, no comment,” katanya kepada Komodo Indonesia Post, “itu masuk dalam materi pokok perkara.”

Sengkarut Aset Lahan Pemerintah

Kasus ini hanya salah satu dari sengkarut aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, di tengah proses penertiban yang kini dijalankan Bupati Edi.

Baca Juga :   Luar Biasa Program PTSL BPN Mabar Capai Target 11. 900 Sertifikat untuk 7 Kecamatan

Informasi yang dihimpun Komodo Indonesia Post, selain lahan yang kini bersengketa dengan Suherman, sejumlah bidang tanah milik pemerintah masih dikuasai oleh sejumlah pihak.

Beberapa di antaranya, menurut sumber di internal pemerintah, adalah tanah di depan kantor Komisi Pemilihan Umum Manggarai Barat, tanah di belakang dan samping Polres Manggarai Barat dan tanah di belakang Dinas Perizinan.

Pada tahun-tahun sebelumnya, kasus perebutan aset antara warga dan pemerintah di Kabupaten Manggarai Barat sudah terjadi.

Salah satunya adalah kasus yang menghebohkan pada 2020 ketika sekelompok orang mengklaim sebagai pemilik lahan seluas 30 hektare di Kerangan/Toro Lema Batu Kallo, arah selatan Labuan Bajo.

Penguasaan oleh sejumlah pihak itu dipermudah dengan surat keterangan Agustinus Ch Dula – saat ia menjabat sebagai bupati.

Dalam sejumlah suratnya, ia menyatakan bahwa tanah itu bukan aset pemerintah, yang kemudian menjadi dasar penjualannya oleh sejumlah pihak yang mengklaimnya.

Putusan pengadilan kasus itu yang mengafirmasi kepemilikan oleh Pemda kemudian menyeret Dula ke penjara, bersama dengan sejumlah pihak lain, baik warga yang menguasai tanah itu, pengacara, notaris dan calo maupun pegawai Badan Pertanahan. Dula divonis penjara 9 tahun dan denda Rp600 juta, usai kasasinya ditolak Mahkamah Agung pada 2022.

Pada tahun lalu, Kejaksaan Negeri Manggarai Barat juga mengamankan aset tanah  seluas 39.563 meter persegi, dengan taksiran senilai Rp124 miliar, berlokasi di Desa Batu Cermin.

Penyerahan kembali tujuh bidang tanah itu kepada pemerintah setelah sebelumnya dikuasai sejumlah pihak, terjadi pada 11 Juli 2023.

Kendala Penertiban Aset

Dalam pernyataan pada 2021, Bupati Edi mengatakan, ada lebih dari 700 bidang tanah pemerintah yang belum bersertifikat.

Ia merujuk pada Kartu Inventaris Barang. Dari 891 bidang tanah terinventarisasi, kata dia, hanya 103 bidang yang telah bersertifikat.

Marsel Bandur tidak merespons pertanyaan Komodo Indonesia Post  terkait jumlah aset tanah yang sudah disertifikasi semenjak pembentukan satuan tugas penertiban aset.

Ia mengarahkan untuk mewawancarai Silvester Salvador Pinto, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Manggarai Barat. Namun, Silvester tidak merespons permintaan wawancara. Saat didatangi di kantornya pada 31 Januari, ia beralasan belum bisa diganggu.

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional [BPN] Kabupaten Manggarai Barat, Gatot Suyanto mengakui sejumlah persoalan dalam proses sertifikasi tanah pemerintah.

Ia menjelaskan, pemerintah sudah sering mengajukan penerbitan sertifikat atas beberapa aset tanah yang sudah “diselamatkan” melalui tim penertiban aset, meski tidak memerinci jumlahnya.

Namun, kata dia, kendalanya “adalah pada pemerintah, yang tidak proaktif melengkapi dokumen.”

Karena hal ini, katanya, kantornya menjadi sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi [KPK] karena dianggap lambat menindaklanjuti pengajuan sertifikat tanah Pemda.

Baca Juga :   Diduga Selewengkan Dana Desa, Kejari Mabar Geledah Kantor Desa Golo Lujang

“Kami sering ditegur KPK, mengapa lambat sekali proses pengajuan penerbitan sertifikat yang diajukan oleh Pemda,” katanya kepada Komodo Indonesia Post saat diwawancarai di kantornya pada 31 Januari.

“Padahal ada beberapa dokumen yang perlu kita minta konfirmasi ke Pemda, tetapi jawaban Pemda lambat,” tambahnya.

Ia mengklaim, Badan Pertanahan juga berusaha “proaktif untuk bisa mendata dan menginventaris tanah-tanah Pemda, meskipun misalkan belum bisa diterbitkan sertifikat.”

“Paling tidak dalam rangka penyelamatan aset dulu, inventarisasi dan datanya ada,” ujarnya. 

Setelah itu, kata dia, “baru nanti sertifikasi,” tetapi yang penting “terselamatkan” dahulu.

“Kami tandai di peta sehingga jangan sampai kami kebobolan. Jadi, kalau masalah sertifikat itu tindak lanjut berikutnya,” ujarnya. 

Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional [BPN] Kabupaten Manggarai Barat, Gatot Suyanto. (Rio Suryanto)

Menunggu Putusan

Sidang kasus Suherman kini masih berlanjut di Pengadilan Negeri Labuan Bajo, dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.

Ia tidak hanya menggugat Bupati Edi sebagai tergugat satu, tetapi juga dua ahli waris Baco Pua Tima – Abdul Majid dan Jaenudin – sebagai tergugat dua dan tiga.

Dengan terancamnya penguasaannya atas lahan itu, Suherman menuding pemerintah sedang “menggunakan penegak hukum untuk menjerat masyarakat.”

“Salah satu [korban] di antaranya adalah saya,” katanya. “Saya masyarakat biasa. Saya beli tanah dari rakyat.”

Di sisi lain, satuan tugas pengamanan aset meyakini kepemilikan Suherman tidak memiliki dasar yang kuat.

Dalam sebuah pernyataan, Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Manggarai Barat, Ary Iqbal Setio Nasution berkata mereka memiliki bukti kuat bahwa tanah yang dikuasai Suherman itu milik pemerintah.

Ia menyatakan, ada indikasi korupsi dalam penguasaan aset itu, yang jumlah kerugian negaranya masih dihitung, dengan mempertimbangkan harga tanah di Labuan Bajo, kota pariwisata yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami lonjakan drastis harga tanah.

“Kita sudah tahu ini aset-aset negara yang dibuktikan dengan surat dan berdasarkan keterangan ahli,” kata Ary.

Soal siapa pemilik sah tanah itu, di tengah klaim berbeda dari masing-masing pihak, masih menunggu putusan pengadilan yang kemungkinan baru muncul pada pertengahan tahun ini.

Kepala BPN, Gatot Suyanto berkata, pihaknya siap jika dimintai keterangan sebagai saksi di pengadilan karena telah menerbitkan sertifikat atas nama Suherman.

“Kami akan bawa data. Nanti data itu akan dinilai, yang benar yang mana. Kami tidak ngotot untuk menang, tapi yang benar yang mana, kita ikuti,” katanya.

Ia menjelaskan, jika Suherman kalah dan sampai pada putusan berkekuatan hukum tetap, maka “akan kita batalkan sertifikatnya.”

Editor: Ryan DagurLiputan dikerjakan Rio Suryanto dari Komodo Indonesia Post dalam kolaborasi dengan Floresa, bagian dari program penguatan kapasitas jurnalis di Flores. Program ini didukung hibah dari Alumni Thematic International Exchange Seminar [TIES] Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Komentar

Berita Terkait

Warga Matim Desak Kejari Manggarai Usut Kasus Dugaan Korupsi Dana Covid
Saksi Tergugat Akui Haji Ramang dan Syair Ikut Turun ke Lokasi dan Telah Serahkan Warkah Asli ke BPN Mabar
BREAKING NEWS: Kejari Mabar Tahan 5 Orang Tersangka Dalam Kasus Dugaan Korupsi Pembangunan Sarpras Pramuka di Mbuhung
Mantan Kabag Hukum: Pemerintah tidak mengangkat Haji Ramang Ishaka sebagai fungsionaris adat, Bona: Belum Ditemukan Produk Hukumnya
Upaya Haji Ramang Menolak Diwawancara dan Enggan Mengklarifikasi Ihwal Dugaan Keterlibatannya Dalam Kasus Tanah Keranga
Perlawanan Publik Atas Arogansi Ramang dan Syair dengan Menggugat Jabatan Fungsionaris Adat
Jabatan Fungsionaris Adat Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair Menuai Penolakan Dari Sejumlah Tokoh dan Praktisi Hukum
Tua Golo Wae Kesambi Sebut Haji Ramang Ishaka Bukan Ahli Waris Dalu dan Tidak Berhak Untuk Menata Tanah

Berita Terkait

Jumat, 28 Juni 2024 - 15:32 WITA

Warga Matim Desak Kejari Manggarai Usut Kasus Dugaan Korupsi Dana Covid

Jumat, 28 Juni 2024 - 09:30 WITA

Saksi Tergugat Akui Haji Ramang dan Syair Ikut Turun ke Lokasi dan Telah Serahkan Warkah Asli ke BPN Mabar

Senin, 24 Juni 2024 - 13:01 WITA

Mantan Kabag Hukum: Pemerintah tidak mengangkat Haji Ramang Ishaka sebagai fungsionaris adat, Bona: Belum Ditemukan Produk Hukumnya

Sabtu, 22 Juni 2024 - 22:08 WITA

Upaya Haji Ramang Menolak Diwawancara dan Enggan Mengklarifikasi Ihwal Dugaan Keterlibatannya Dalam Kasus Tanah Keranga

Kamis, 20 Juni 2024 - 10:12 WITA

Perlawanan Publik Atas Arogansi Ramang dan Syair dengan Menggugat Jabatan Fungsionaris Adat

Rabu, 19 Juni 2024 - 07:25 WITA

Jabatan Fungsionaris Adat Haji Ramang Ishaka dan Muhamad Syair Menuai Penolakan Dari Sejumlah Tokoh dan Praktisi Hukum

Sabtu, 15 Juni 2024 - 16:41 WITA

Tua Golo Wae Kesambi Sebut Haji Ramang Ishaka Bukan Ahli Waris Dalu dan Tidak Berhak Untuk Menata Tanah

Sabtu, 15 Juni 2024 - 15:34 WITA

Hotel St. Regis Labuan Bajo Berdiri di Atas Tanah Sengketa yang Diduga Milik Yayasan Pemda Manggarai

Berita Terbaru

Tangkapan layar Kades Manong, Marianus S. Karim saat memosting foto poster Edi Weng

Daerah

Kades Manong Diduga Kampanyekan Edi Weng di Facebook

Kamis, 4 Jul 2024 - 17:51 WITA