Karenanya, tegas Andre Bisa, Earthday.org menyebut setidaknya ada empat strategi untuk mencapai pengurangan 60 persen produk seua plastik pada tahun 2040.
Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat luas akan kerusakan yang disebabkan oleh plastik terhadap kesehatan manusia, hewan, dan seluruh keanekaragaman hayati. Selain itu, perlu lebih banyak penelitian mengenai implikasi kesehatan dari plastik, termasuk pengungkapan segala informasi mengenai dampaknya kepada publik.
Kedua, menghapuskan semua plastik sekali pakai pada 2030 dan mencapai komitmen penghapusan bertahap ini dalam Perjanjian PBB tentang polusi plastik pada 2024.
Ketiga, menuntut kebijakan untuk mengakhiri fast fashion dan banyaknya jumlah plastik yang diproduksi dan digunakan. Keempat, berinvestasi pada teknologi dan material inovatif untuk membangun dunia bebas plastik.
Bukan sebatas talkshow, para narasumber yang membawakan materi pun memberikan masing-masing solusi konkret untuk gerakan pelestarian bumi dan melawan plastik. Fungsionaris adat Gendang Rahong berikhtiar untuk melibatkan segenap warga kampung untuk menghidupkan kembali kearifan lokal yang menaruh hormat pada hutan dan mata air melalui gerakan menanam dan menyulam bumi dalam ritual-ritual adat. Juga, Kepala Desa Golo Poleng, di hadapan peserta yang hadir menegaskan untuk memberlakukan undang-undang desa dan ataru peraturan desa untuk menjaga dan mengamankan lokasi-lokasi mata air yang sudah dikonservasi.
Sementara dari Komunitas PPPK, Yustinus Jampu mengajak generasi muda untuk lebih kreatif dan tanpa ragu-ragu berada di garda terdepan dalam kegiatan pelestarian dan perlindungan hutan dan mata air. Selain itu, gerakan untuk memerangi sampah mesti menjadi musuh bersama sehingga alam yang indah dan baik yang kita wariskan dari leluhur tetap terpelihara dari generasi ke generasi.
Selain itu, Marianus Jemada, perwakilan OMK Sirimese, dalam presentasinya menyerukan perlu dan mendesaknya mengambil langkah konkret untuk meningkatkan perekonomian masyarakat pengrajin sopi dan gula merah untuk menanam, merawat dan melestarikan enau dan pohon-pohon lokal untuk menjamin penciptaan ekonomi kreatif secara berkelanjutan, juga menjadikan Desa Golo Poleng dan Stasi Sirimese sebagai salah satu dari tujuan destinasi wisata yang dipenuhi dengan citarasa budaya dan kearifan lokal yang estetis, ekonomis dan ekologis. Senada dengan solusi-solusi, konkret yang sudah ditawarkan oleh keempat narasumber, tak ketinggalan Andre Bisa, Pastor Paroki Tentang pun menargetkan agar pohon-pohon yang telah dibudidaya di sumber-sumber air perlu dijaga, dikontrol, dimonitoring secara berkala sehingga dapat dipanen hasilnya pada waktunya.
Paroki akan terus membangun kerjasama berjejaring dengan para pihak, baik pemerintah, pemuka adat maupun LSM untuk pengadaan anakan pohon untuk kegiatan konservasi lanjutan di tempat-tempat yang belum terjangkau, termasuk ruas jalan rawan longsor yang terbentang dari Sirimese sampai Tentang.
Mengakhiri sesi talkshow, Andre Bisa mengajak seluruh umat untuk membawa segala harapan dan niat baik dalam perayaan Ekaristi Ekologis sebagai ungkapan syukur kepada Allah Pencipta yang telah menciptakan segala sesuatu baik adanya untuk kita manusia, serentak menuntut dari pihak kita manusia untuk menjaga dan memelihara bumi sebagaimana diserukan oleh Paus Fransiskus dalam Ensilik Laudato Si: “Setiap komunitas dapat mengambil dari harta benda bumi apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup, tetapi juga memiliki kewajiban untuk melindungi bumi dan menjamin keberlangsungan kesuburannya untuk generasi-generasi mendatang”
Penulis : Ven Darung
Sumber Berita : Pater Andre Bisa, OFM
Halaman : 1 2