LABUAN BAJO, Komodo Indonesia Post – Markus Erasmus Tengajo, Wartawan media online Metro Rakyat yang bertugas di Labuan Bajo kabupaten Manggarai Barat provinsi Nusa Tenggara Timur dipolisikan oleh Wemi Sutanto, salah satu pengusaha “bintang” di daerah itu.
Dalam laporan Direktur PT. Karya Abadi Jaya [KAJ] itu, Erasmus diduga telah menyebarkan data pribadi berupa sebuah surat yang diduga berisi “ultimatum” Dinas kepada Wemi Sutanto.
Laporan Wemi Sutanto bermula ketika Erasmus bersama rekannya hendak melakukan investigasi kasus produksi Batching Plant milik Wemi Sutanto yang diduga tak berizin.
Erasmus bercerita, pada tanggal 22 Januari 2024 sekitar pukul 11.01 Wita, melalui pesan WhatsApp, Ia meminta Wemi Sutanto untuk berwawancara.
Adapun materi wawancara itu untuk mengkonfirmasi dugaan aktivitas Batching Plant Wemi Sutanto yang diduga tak berizin
yang berlokasi di Marombok, Labuan Bajo, kabupaten Manggarai Barat.
Wemi Sutanto kemudian merespon pesan Erasmus. Wemi menjawab bahwa dirinya sedang berada di Rumah Sakit sehingga belum biasa memberikan keterangan atau
penjelasan terkait persoalan tersebut.
Pada tanggal 7 Februari 2024 sekitar pukul 08.07 Wita, Erasmus kembali menghubungi Wemi Sutanto untuk menanyakan hal yang sama.
Wemi Sutanto kemudian meminta Erasmus bertemu di kantornya di Jalan Pede, Labuan Bajo pada pukul 16.00 Wita.
Pada Pukul 15.18 Wita, Erasmus mengajak Wartawan NTTNews, Andi, untuk menemui Wemi Sutanto di kantornya.
Setibanya di kantor, Erasmus bersama rekannya menunggu di ruangan tamu karena
Wemi Sutanto sedang berada di luar.
Tak berselang lama, saat Erasmus dan rekannya menunggu di ruangan tamu, dua orang, satu laki laki dan satu perempuan, yang berpakain kemeja putih berkerah datang ke kantor itu.
Kedua orang tersebut datang untuk mengantar sebuah surat. Surat tersebut kemudian diterima oleh kedua orang staf Wemi Sutanto. Usai menyerahkan surat tersebut, kedua orang itu meninggalkan kantor PT. KAJ.
“Saya menengok ke ruangan staf, saya melihat kedua staf itu yang sedang mendiskusikan sesuatu yang disinyalir berterkaitan surat itu yang barusan diterima dan terdengar kedua staf itu membicarakan tentang Batching Plant. Karna kondisi rungan yang berdinding kaca dan tembus pandang, saya tertarik dan berkomunikasi dengan kedua staf tersebut dalam ruangan kerjanya,” terang Erasmus saat dihubungi Komodo Indonesia Post. Jumat, [7/6] malam.
Karena penasaran, Erasmus bertanya kepada staf yang menerima surat tersebut. “Halo Kaka, tadi itu siapa yang mengantar surat?,” tanya Erasmus ke staf Wemi Sutanto.
“Salah satu stafnya menjawab dari Dinas Kaka,” sambung Erasmus.
Erasmus kembali bertanya kepada kedua staf, dari Dinas mana kedua orang yang membawa surat.
Kedua staf itu menunjukan surat yang dibawa kedua orang tersebut kepada Erasmus.
Erasmus kemudian meminta izin untuk melihat surat tersebut. Kedua staf itu pun mengiakan.
Surat tersebut kata Erasmus berasal dari Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Manggarai Barat.
Erasmus kemudian meminta izin untuk memfoto amplop surat tersebut yang telah dibuka segelnya oleh kedua staf.
Karena menduga surat tersebut ada kaitanya dengan materi wawancara, Erasmus kemudian mengirim foto surat tersebut ke Wemi Sutanto.
Mendapat kiriman foto tersebut, Wemi Sutanto menjawab pesan Erasmus. “Apa ini Om?,” tanya Wemi menjawab pesan Erasmus.
Erasmus menjawab dirinya mau meminta konfirmasi soal surat tersebut.
Wemi kembali bertanya soal surat tersebut, kata dia, kenapa surat tersebut bisa diterima oleh Erasmus.
Erasmus menjawab, surat tersebut diterima oleh staf Wemi Sutanto.
Setibanya di kantor, Wemi Sutanto memanggil kedua staf untuk masuk ke ruangannya.
Tak berselang lama, salah satu staf Wemi Sutanto memanggil Erasmus dan rekanya masuk ke ruangan.
Saat di ruangan, Wemi Sutanto bertanya kepada stafnya perihal siapa yang mengambil gambar surat yang dikirim kepadanya. Staf tersebut menunjuk ke Erasmus. Ia lalu menyahutnya, membenarkan bahwa dirinya yang mengambil gambar tersebut atas seizin kedua staf itu.
Wemi yang kesal kembali bertanya ke stafnya, “siapa yang mengijinkan mereka memfoto surat itu”, stafnya meminta maaf karena mengijinkan Erasmus memfoto surat itu.
Erasmus kemudian meminta kesediaan Wemi Sutanto untuk memulai wawancara. Sebelum wawancara, Erasmus meminta izin untuk merekam proses wawancara tersebut, namun ditolak oleh Wemi Sutanto. “ Tidak usah direkam, tidak
usah wawancara, kita diskusi biasa saja,” kata Erasmus menirukan Wemi Sutanto.
Setelah Wemi menjawab seperti itu, Erasmus bergegas untuk pamit pulang, karena saat itu dirinya buru-buru menuju ke Lembor.
Pada tanggal 1 maret 2024 Erasmus menerima surat undangan klarifikasi dari Polres Manggarai Barat sebagai saksi untuk mengambil keterangan yang dilaporkan oleh Wemi Sutanto terkait dugaan
tindak pidana penyebaran data pribadi.
Erasmus dicecar dengan 16 pertanyaan.
Pada tanggal 21 Mei 2024, Erasmus mendapatkan surat panggilan kedua dari Polres Manggara Barat dengan nomor:
SP.Gil/164/V/2024/Sat. Reskrim. Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan tindak pidana harus dilakukan Tindakan hukum berupa pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar keterangannya sebagai saksi.
Pada tanggal 29 Mei 2024, Erasmus kembali mendapatkan surat panggilan ke-tiga untuk permintaan keterangan tambahan dari Polres Manggarai Barat dengan nomor: SP.Gil/173/V/2024/Sat. Reskrim.
Erasmus menilai ini adalah salah satu bentuk diskriminasi terhadap kebebasan pers dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik.
Penulis : Ven Darung
Halaman : 1 2 Selanjutnya