Edu juga menepis anggapan umum selama ini yang menyebut bahwa Ishakalah orang yang menyerahkan tanah kepada Pemda Manggarai pada jaman dulu.
“Saya punya dokumen penyerahan tanah 6 lingko tanah Pemda dulu kepada pemerintah Kabupaten Manggarai. Itu kalau tidak salah tahun 1961 yang menyerahkan tanah itu sebagai Tu,a Golo itu Hakumustafa bukan Ishaka. Ada dokumennya, coba buka dokumen penyerahan tanah Pemda. Yang menyerahkan itu waktu itu sebagai Tu,a Golo Nggorang Bapak (adalah) Hakumustafa. Ada Bapak Ishaka kalau saya tidak salah dia kepala Hamente,” ujarnya.
Apakah Ishaka ini anaknya Dalu Bintang?
“Setahu saya tidak ada hubungannya. Karena dia (Dalu bintang) tidak ada anaknya. Kalau Hakumustafa ini keponakan. Setahu saya, katanya Ishaka ini dulu anak dari Nggorang Reo. Dulu nama kecilnya Kongkeh. Entah bagaimana sampai di sini dipelihara oleh Dalu Bintang ini dulu. Katanya begitu. Saya tidak tahu Haji Umar Haji Ishaka bisa menceritakan sejarah itu,” ujarnya.
Pada kesempatan yang berbeda, Antonius Hantam pada Minggu, 16 Juni 2024 menjelaskan alasan kedaluan Nggorang tak miliki rumah adat karena belum adanya pemekaran atau ‘Bengkar Gendang’ dalam bahasa lokal nya.
“Sehingga perangkat adatnya pun tidak sama dengan kempo Boleng dan mata wae. Karena itu mereka tidak punya wewenang untuk membangun rumah adat, membuka lingko yang akhirnya nanti randang”, kata Antonius.
Sehingga lanjut dia untuk Nggorang, Mburak dan Kenari tidak ada randang karena tidak ada tua Golo dan yang ada saat ini adalah ketua paguyuban yang ditunjuk.
Di kisahkan Antonius bahwa dahulu ada orang kempo yang dipercayakan sebagai tu’a yang berkedudukan di Nggorang yang kemudian Belanda pun muncul.
“Kehadiran Belanda inilah yang justru merubah tatanan struktur adat. Belanda kemudian mengangkat Ishaka ayah dari Ramang sebagai Dalu (Pemerintah saat itu) tetapi bukan tua adat. Hanya pada waktu itu tugas Dalu di ex officio kan”, ujarnya.
Dikatakannya bahwa kehadiran Pius Wilhemus Papu dan Daniel Daeng Nabit selaku pembantu Bupati saat itu telah membuat kesepakatan dan menunjuk Ishaka dan Haku Mustafa sebagai Ulayat Nggorang.
“Tetapi waktu itu yang ditunjuk urutan satu itu Haku Mustafa dan urutan dua itu Ishaka. Karena Haku itu sebenernya yang mewarisi turunan fungsionaris ulayat Nggorang sedangkan Ishaka itu sebagai pejabat Kepala Desa Golo Bilas dan sebagainya. Ishaka itu orang Pota”, beber Anton Hantam.
“Lalu Ramang Ishaka ini sebagai apa, apakah sebagai fungsionaris adat?, tidak!. Syair, betul dia itu turunan tetapi tidak ada yang omong seperti itu di dalam adat Manggarai,” imbuh Antonius
“Yang ada itu siapa tetua itu lalu diwariskan kepada siapa, tetapi melalui prosedur adat. Tidak hanya di cari-cari garis keturunan”, kata dia melanjutkan;” Saya pernah dimintai penjelasan saat sidang kasasi perkara tanah ulayat Nggorang di Mahkamah Agung. Waktu itu saya tidak menjelaskan siapa Ramang dan Syair, tinggal mereka yang menilai diri mereka sendiri. Saya hanya bilang begini, satu wilayah persekutuan adat itu harus punya gendang, lingko dan masyarakat. Nah, kalau begitu bagaimana dengan Nggorang ini yang tidak punya gendang, lingko dan tua Golo. Bisa bisa saja fungsionaris adat dianggap menjual tanah ulayat”, ujarnya.
Penulis : Tim Komodo Indonesia Post
Halaman : 1 2