Labuan Bajo, Komodo Indonesia Post.com- 22 Pelaku Usaha Kuliner di Kampung Ujung Labuan Bajo dikeluarkan oleh Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, Koperasi dan UKM [Nakertranskopukm] Manggarai Barat pada 24 April 2024 lalu.
Ke 22 Pelaku usaha itu dikeluarkan lantaran telah melanggar komitmen awal dengan Dinas Nakertranskopukm pada januari 2023 lalu.
Kadis Nakertranskopukm Manggarai Barat, Theresia Asmon menjelaskan alasan dibalik dikeluarkannya ke 22 pelaku usaha tersebut.
Kata Ney, sapaan akrab Kadis Nakertranskopukm, pihaknya telah melakukan pendampingan dan pembinaan. Sejak penempatan awal kata dia, pelaku usaha telah membuat kerja sama dan menyatakan komitmen pengelolaan.
Berikut bunyi komitmen pelaku usaha kuliner kampung ujung Labuan Bajo yang diperoleh Komodo Indonesia Post
Pertama; Bersedia membayar kontribusi booth 2.500.000 per orang.
Kedua; Bersedia membayar kontribusi pajak sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Ketiga; Bersedia untuk tidak memindah tangan kepemilikan tempat kuliner ke orang lain.
Keempat; Bersedia untuk mengikuti aturan yang berlaku
Kelima; Bersedia menjaga kebersihan.
Meski sudah menadatangani komitmen ini dalam bentuk surat pernyataan, para pelaku usaha kuliner di kampung ujung Labuan Bajo itu dinilai “lalai” menjalankannya. Bahkan beberapa pelaku usaha kuliner telah menjual booth-nya [memindah tangan – red] kepada orang lain.
Media ini mendapatkan sejumlah bukti transfer penjualan booth oleh pelaku usaha kuliner kampung ujung. Booth itu dijual dengan kisaran Rp. 1 juta hingga Rp. 2 juta untuk perbulan.
“Mereka [Palaku usaha] malah menjual booth nya ke orang lain. Tiap bulannya mereka bisa dapat 1 atau 2 juta. Tanpa kerja,” kata Kadis Ney. Selasa, [7/5].
Pelaku Usaha Membantah Dinas
Menurut salah satu pelaku usaha kuliner yang diwawancara Komodo Indonesia Post pada Rabu, [8/5], Dinas Nakertranskopukm telah mengambil keputusan sepihak.
“Apa pelanggarannya, kami juga bingung,” pungkas salah satu pelaku usaha yang namanya tidak mau disebutkan.
Kata pelaku usaha yang namanya tidak mau disebutkan, dirinya tidak mengetahui alasan dirinya dikeluarkan. Dia mengakui bahwa dirinya sempat melihat surat [pemberitahuan] dari Dinas yang dikirim oleh admin grup, Restituta Kurnia Wela yang juga menjabat sebagai Fungsional Pengawas Koperasi Dinas Nakertranskopukm Manggarai Barat.
Selang beberapa menit admin grup mengirim surat tersebut, kata Sumber Komodo Indonesia Post, ke 22 pelaku usaha dikeluarkan dari grup. “Tidak ada surat pemberitahuan kepada masing masing kami [pelaku usaha],” kata Sumber Media ini.
Fungsional Pengawas Koperasi Dinas Nakertranskopukm Manggarai Barat, Restituta Kurnia Wela membenarkan bahwa dirinya telah mengeluarkan ke 22 pelaku usaha itu dari grup WA.
Kadis Nakertrankopukm membantah pihaknya tidak mengirim surat pemberitahuan. Kata Ney, pemberitahuan itu telah dikirim ke website milik Dinas Nakertranskopukm. “Kemarin itu ada yang dikeluarkan, lalu datang ke Dinas untuk dipertimbangkan. Mereka masuk lagi,” kata Kadis Ney.
Sumber Komodo Indonesia Post juga mengungkapkan bahwa pelaku usaha kuliner kampung ujung telah mengeluarkan banyak biaya. “[sudah] Terlalu banyak kami kasih keluar uang untuk itu kuliner [kampung ujung],” katanya, sedih.
Bernadeta, pelaku usaha kuliner kampung ujung Labuan Bajo yang juga diwawancara Komodo Indonesia Post mengatakan dirinya tidak mengetahui jelas isi komitmen.
“Komitmen itu di pegang oleh mereka [Dinas] tidak diberikan kepada kami ,dan seperti apa bunyi detailnya tidak kami tahu,” tulisnya pesan WA. Senin, [13/5] pagi.
Meski begitu, Bernadeta mengakui bahwa komitmen yang dibuat dalam surat pernyataan itu ia tanda tangan.
Para pelaku usaha juga menuturkan bahwa Dinas Nakertranskopukm lah yang telah melanggar komitmen.
“Mereka yang tidak komit dengan aturan awal,” kata Sumber Komodo Indonesia Post.
Sumber ini juga mengungkapkan bahwa dirinya mengeluarkan uang senilai Rp. 5 juta rupiah untuk bikin booth. “Saya masuk uang bikin itu booth 5 juta rupiah,” ujarnya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Bernadeta. Kata Bernadeta, booth itu dipesan setelah uang dari pelaku usaha terkumpul.
“Dan booth itu dibuat karena uang kami terkumpul dulu baru dipesan. Bukan dinas yang siapkan,” tambah Bernadeta.
“Letak tata booth dan pengakutan meja kursi kami pelaku yang kumpul uang. Dinas tidak ada,” lanjutnya.
Wanita yang telah lama menjadi pelaku usaha kuliner di kampung ujung itu meratapi dirinya tidak diperlakukan secara manusiawi oleh dinas. Dia dan beberapa pelaku usaha yang lain, yang dikeluarkan oleh dinas merasa perjuangannya selama bertahun tahun berjualan di kampung ujung, dengan kondisi kampung ujung yang dulunya kumuh, kini disisihkan oleh dinas.
Penulis : Ven Darung
Halaman : 1 2 Selanjutnya